Ini adalah judul fitur slide 1

Template yang sudah didukung dengan fitur slide, sehingga anda tidak perlu edit HTMl lagi. Silahkan and ganti kalimat-kalimat ini dengan tema descriptions milik anda sendiri.

Jauhilah dengki, karena dengki memakan amal kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar

Allah tidak melihat bentuk rupa dan harta benda kalian, tapi Dia melihat hati dan amal kalian.

Sesungguhnya seorang hamba itu bila merasa ujub kerana suatu perhiasan dunia, niscaya Allah akan murka kepadanya hingga dia melepaskan perhiasan itu. ~ Sayidina Abu Bakar

Niat adalah ukuran dalam menilai benarnya suatu perbuatan, oleh karenanya, ketika niatnya benar, maka perbuatan itu benar, dan jika niatnya buruk, maka perbuatan itu buruk. ~ Imam An Nawawi

Jumat, 31 Mei 2013

Adab Pergi ke Masjid

Pertama:
Menjawab seruan muadzin

Rasulullah bersabda,

إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ
“Jika kalian mendengar panggilan (yakni: adzan-ed), maka hendaklah kalian ucapkan seperti yang diucapkan oleh muadzin.” (HR. Muslim, no. 874, bersumber dari Abu Said al-Khudri)

Demikianlah Nabi kita mengatakan. Ya, jadi inilah yang hendaknya
engkau upayakan saat engkau mendengar suara muadzin mengumandangkan
adzan. Ya, hendaklah kalian ucapkan seperti yang diucapkan oleh muadzin.
 Kecuali, saat muadzin menyeru,

حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ ...حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ
“Marilah shalat…Marilah menuju kebahagiaan,”
maka ucapkanlah,

لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ
“Tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah.” 

Demikianlah yang diriwayatkan Abdullah bin al-Haris dari ayahnya, ia
 berkata, “Bahwasannya Nabi  seringkali mengucapkan seperti yang
diucapkan muadzin. Lalu, bila si muadzin mengumandangkan,

حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ
beliau mengucapkan,

لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
(HR. Ibnu Abi Syaibah, di dalam Mushannafnya, no.29775)

Kedua:
Bershalawat dan berdoa seusai mendengar muadzin mengumandangkan adzan

Rasulullah bersabda,

إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ
صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِيَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا
 مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ
اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِيَ
الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
“Jika kalian mendengar muadzin (mengumandangkan adzan-ed),
maka hendaknya kalian ucapkan seperti yang diucapkannya. Kemudian,
bershalawatlah kepadaku. Sesungguhnya barangsiapa bershalawat kepadaku
sekali, niscaya Allah bershalawat kepadanya 10 kali. Kemudian, mintalah
wasilah kepada Allah untukku. Sesungguhnya al-wasilah itu suatu manzilah di Surga yang tak layak ditempati melainkan oleh seorang hamba di
antara hamba-hamba Allah dan aku berharap akulah orangnya. Barangsiapa
meminta wasilah untukku niscaya ia mendapatkan syafaat” (HR. Muslim, no. 875 bersumber dari Abdullah bin Amr bin al-Ash)

Rasulullah juga bersabda, Barangsiapa seusai mendengar adzan ia mengucapkan,

اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ
الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ
مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ
“‘Yaa Allah, Pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini dan
shalat (wajib) yang didirikan. Berilah                             
al-Wasilah dan fadilah kepada Muhammad. Dan bangkitkan beliau hingga
bisa menempati maqam terpuji yang telah engkau janjikan.’ niscaya ia
mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat” (HR. al-Bukhari, no. 589 bersumber dari Jabir bin Abdullah)

Ketiga:
Berwudhu dari rumah

Nu’aim bin Abdullah al-Madaniy al-Mujmiriy pernah mendengar Abu Hurairah mengatakan, “Barangsiapa berwudhu seraya memperbagus kualitas wudhunya kemudian ia keluar
sengaja untuk menunaikan shalat sesungguhnya ia dalam shalat sepanjang
ia secara sengaja keluar untuk melaksanakan shalat, ditulis untuknya
satu kebaikan atas salah satu langkah kakinya dan dihapus kejelekannya
atas langkah kakinya yang lain. Maka apabila salah seorang di antara
kalian mendengar iqamat dikumandangkan janganlah ia berjalan cepat
sesungguhnya yang paling besar pahalanya ialah yang jarak rumahnya
paling jauh. Mereka bertanya (kepada Abu Hurairah) mengapa demikian
wahai Abu Hurairah? Beliau menjawab, karena semakin banyaknya langkah
(kakinya)” (HR. Imam Malik di dalam al-Muwatha, no. 87)

Keempat:
Berdoa seusai wudhu

Rasulullah bersabda,

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُبْلِغُ أَوْ فَيُسْبِغُ
الْوُضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ
 مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ إِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ
الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ
“Tidaklah salah seorang di antara kalian berwudhu lalu ia
menyempurnakannya kemudian ia mengucapkan, ‘Aku bersaksi, bahwa tidak
ada tuhan yang haq kecuali Allah, Ya Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya’ melainkan akan dibukakan pintu-pintu surga yang berjumlah 8 buah, ia dipersilahkan
untuk memasukinya dari pintu mana saja yang ia kehendaki” (HR. Muslim) dalam riwayat at-Tirmidzi ada tambahan lafadz,

اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ ، وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Yaa Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang banyak bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang (yang senang) bersuci.” (HR. at-Tirmidzi, no.55 bersumber dari Umar bin al-Khaththab, Syaikh al-Albani berkata: Shahih)

Kelima:
Mengenakan pakaian yang indah 

Allah berfirman,

يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) masjid…” (QS. al-A’raf: 31)

Keenam:
Membaca doa saat hendak menuju ke masjid 

Dari Abdullah bin Abbas bahwa ia pernah tidur di tempat Rasulullah. Beliau bangun lalu bersiwak dan berwudhu. Beliau membaca,

إِنَّ فِى خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأُولِى الأَلْبَابِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal”(QS. Ali Imran: 190)

Beliau membaca ayat-ayat tersebut hingga akhir surat. Lalu, beliau
shalat dua rakaat. Beliau memperlama berdiri, rukuk dan sujud. Lalu,
beliau pergi kemudian tidur hingga kemudian, melakukan hal tersebut 3
kali, sebanyak 6 rakaat, setiap kali beliau hendak melakukan hal itu
beliau bersiwak terlebih dahulu dan berwudhu serta membaca ayat-ayat
ini. Kemudian, beliau shalat witir 3 rakaat. Tak lama kemudian,
terdengarlah suara adzan. Lalu, beliau segera keluar untuk menunaikan
shalat seraya memanjatkan doa,

اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِى قَلْبِى نُورًا وَفِى لِسَانِى نُورًا
وَاجْعَلْ فِى سَمْعِى نُورًا وَاجْعَلْ فِى بَصَرِى نُورًا وَاجْعَلْ مِنْ
 خَلْفِى نُورًا وَمِنْ أَمَامِى نُورًا وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِى نُورًا
وَمِنْ تَحْتِى نُورًا. اللَّهُمَّ أَعْطِنِى نُورًا
“Yaa Allah ciptakanlah cahaya di hatiku, cahaya di lidahku,
cahaya di pendengaranku, cahaya di penglihatanku, cahaya dari
belakangku, cahaya dari depanku, cahaya dari atasku, cahaya dari
bawahku. Yaa Allah, berilah aku cahaya” (HR. Muslim, no. 1835)

Ketujuh:
Berjalan dengan tenang

Rasulullah bersabda,

إِذَا سَمِعْتُمُ الْإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلَاةِ
وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ وَلَا تُسْرِعُوا فَمَا
أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
“Jika kalian mendengar iqamat, hendaklah kalian mendatangi
shalat dengan tenang dan sikap yang baik (seperti: merendahkan suara,
tidak menoleh kesana-kemari, dan menundukkan pandangan mata-ed), jangan
tergesa-gesa. Apa yang kalian dapati, maka shalatlah dan apa yang
terlewat, maka sempurnakanlah” (HR. al-Bukhari, No. 636).

Allahu A'lam bish shawab.

Penyusun : MOH. ARIF RAHMAN SARIFUDIN, A.Md

Jangan Sia siakan Shalat anda

Shalat merupakan amalan yang sangat penting dan salah satu rukun
Islam yang agung. Oleh karena itu selayaknya setiap muslim memberikan
perhatian yang besar terhadap urusan shalat. Shalat yang dilakukan
dengan ikhlash dan memenuhi syarat dan rukunnya insya-Allah akan
diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala. Namun ada juga shalat
yang tidak diterima di sisi Allah meskipun syah, dan ada pula  yang
batil (tidak syah) dan tentunya    Allah subhanahu wata’ala pun tidak akan menerima shalat tersebut.

Berikut ini beberapa kiat untuk menjaga agar shalat kita diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala, berpahala, dan tidak sia-sia. Semoga bermanfaat!!

1. Jangan Datangi Tukang Ramal

Orang yang mendatangi tukang ramal/juru tebak, maka shalatnya tidak
diterima selama empat puluh hari, walaupun shalat yang dia kerjakan
adalah syah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Barangsiapa yang medatangi tukang ramal ('arraf) lalu menanyakan kepada-nya tentang sesuatu (berkonsultasi), maka tidak diterima
shalatnya selama empat puluh hari." (HR. Muslim)

2.        Hindari Parfum bagi Wanita yang Ingin Shalat di Masjid

Pada dasarnya wanita tidak dilarang shalat di masjid, namun shalat
di dalam rumahnya adalah lebih utama. Andaikan seorang wanita ingin
shalat di masjid, maka hendaknya dia memperhatikan ketentuan-ketentuan
syara'. Di antara yang terpenting adalah tidak memakai parfum, karena
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
"Wanita mana saja yang memakai wewangian untuk pergi ke masjid,
maka tidak diterima shalatnya sebelum dia mandi sebagaimana ia mandi
dari janabah." (HR. Ahmad, Abu Dawud, dishahihkan Al-Albani)

4. Laksanakan Shalat dengan Berjama’ah

Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
"Barang siapa yang mendengar adzan lalu dia tidak memenuhinya, maka tidak ada shalat baginya kecuali karena ada udzur." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh al-Albani)

Hal ini juga menunjukkan bahwa shalat berjama'ah hukumnya wajib bagi laki-laki yang tidak mempunyai udzur.

4. Jauhi Khamer (Miras/Arak)

Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
"Barangsiapa meminum khamer, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari. Jika dia bertaubat, maka    Allah akan menerima
taubatnya."  (HR Ahmad dan At-Tirmidzi)

5. Jangan Bermusuhan Secara Tidak Haq

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Ada tiga golongan yang Allah tidak menerima shalat mereka," (di antaranya).... dua orang yang saling bermusuhan." (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Majah)

Yang dimaksud dengan bermusuh-an di sini adalah tidak bertegur sapa
melebihi tiga hari dengan alasan yang tidak dibenarkan menurut agama.

6. Jangan Durhaka kepada Orang Tua dan Memutus Tali Silatur Rahim

Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
"Allah tidak menerima amalan orang yang memutus tali silaturrahim." (HR. Ahmad)

Orang yang melakukan perbuatan di atas mendapatkan ancaman  berupa shalatnya tidak diterima oleh Allah subhanahu wata’ala, atau tidak berpahala, tetapi dari segi hukum shalatnya syah. Dan mereka tetap wajib melaksanakan shalat. Hal ini sebagai hukuman atau sanksi
atas kesalahan yang dia lakukan.

Teks-teks dalil syar'i menunjukkan bahwa orang yang melakukan
kesalahan tersebut di atas, maka shalatnya tidak diterima. Dengan tetap
melaksanakan shalat, berarti kewajibannya telah gugur sehingga tidak
terkena dosa meninggalkan shalat.

Untuk menjaga shalat agar syah dan tidak batil (sia-sia), berikut ini ditunjukkan kiat yang hendaknya kita perhatikan:

1. Shalatlah dalam Keadaan Suci

Orang yang dalam keadaan memiliki hadats, baik hadats besar maupun kecil, maka tidak syah bila mengerjakan shalat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Allah tidak menerima shalat salah seorang di antara kalian, jika ia berhadats, sampai ia berwudhu." (Muttafaqun 'alaih). Dan juga sabda
beliau yang lainnya, "Tidak akan diterima  shalat tanpa bersuci." (HR. Muslim)

2. Jauhi Sikap Riya'

Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa amal seseorang itu tergantung niatnya. Kalau orang
melaksanakan shalat karena Allah, maka shalatnya akan diterima,
sedangkan jika shalatnya bukan karena Allah, maka Allah subhanahu wata’ala tidak membutuhkannya. Dalam sebuah hadits Qudsi Allah subhanahu wata’ala berfirman,
"Aku tidak butuh terhadap sekutu-sekutu, barangsiapa yang
melakukan suatu amalan, yang di dalam amalan tersebut menyekutukan Aku
dengan selain-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan sekutunya." (HR. Muslim)

3. Jangan Bersikap Munafik

Orang munafik adalah orang yang mengaku Islam, namun dalam hatinya
menyembunyikan kekufuran dan kebencian terhadap Islam. Dia tidak senang
jika syariat Islam ditegakkan, dia membenci sunnah-sunnah yang diajarkan
 Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, mengejek dan memusuhi Islam,
atau mengatakan bahwa Islam itu hanya di masjid saja, sedang di luar
masjid tidak perlu Islam lagi.

Maka orang seperti ini tidak akan diterima shalatnya sebelum ia bertobat. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya:
Katakanlah, "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya
kamu selalu berolok-olok?". Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu
kafir sesudah beriman." (QS. At-Taubah:65-66)
"Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap
putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. An-Nisa': 65)

4. Hindari Shalat di Masjid yang Ada Kuburannya

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Bumi keseluruhannya adalah masjid kecuali jamban dan kuburan." (HR. Abu Dawud, dishahihkn oleh Al-Albani).

Beliau  juga telah bersabda,
"Janganlah kalian shalat menghadap ke kubur dan jangan duduk di atasnya." (HR. Muslim)
"Semoga laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yahudi dan
nashrani yang telah menjadikan kubur para nabi mereka sebagai
masjid-masjid." Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, "Rasulullah memperingatkan kita dari apa yang telah mereka lakukan." (Muttafaqun 'alaih)

Juga sabda beliau,
"Ketahuilah bahwa orang-orang sebelum kalian telah menjadikan
kuburan para nabi mereka dan kuburan orang-orang shaleh mereka sebagai
masjid-masjid. Ingatlan, jangan kalian menjadikan kubur-kubur sebagai
masjid, karena sesungguhnya aku melarang yang demikian itu." (HR. Muslim)

Sebagian ulama berpendapat bahwa shalat di masjid yang ada
kuburannya tidak syah, jika dengan niat ingin bertabarruk dengan ahli
kubur. Sedangkan jika hanya sekedar shalat, maka shalatnya itu tetap
syah, namun pelakunya terjerumus ke dalam perbuatan yang dibenci
(makruh).

5. Jangan Sekali-kali Melakukan Kemusyrikan.

Orang musyrik adalah orang yang memalingkan ibadah kepada selain  Allah subhanahu wata’ala, seperti orang yang ber-taqarrub atau beribadah kepada orang yang telah
mati dengan keyakinan bahwa orang yang telah mati ini dapat memberikan
manfaat atau menghilang-kan madharat.

Ataupun orang yang menyembelih binatang karena selain Allah, sujud
kepada mereka, berdo’a kepada mereka agar memenuhi hajat dan kebutuhan
hidup. Meminta mereka agar memberikan barakah kepada diri, harta dan
anak-anaknya. Begitu pula orang yang berkeyakinan bahwa ada makhluk yang
 mengetahui perkara ghaib dan memberikan manfaat selain Allah subhanahu wata’ala serta berkeyakinan bahwa dia dapat mengatur kehidupan ini.

Orang-orang seperti ini meskipun mengerjakan shalat, tetapi shalatnya tidak diterima oleh Allah subhanahu wata’ala karena dia telah melakukan kesyirikan yang menyebabkan amal menjadi hilang lenyap.

Allah subhanahu wata’ala befirman, artinya:
"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada
(nabi-nabi) sebelummu, "Jika kamu mempersekutu-kan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi."  (QS. Az-Zumar: 65)

Sumber: Shalatul Muslim, Fahd bin Sholih Al-Shuwailih. (Khalif Muttaqin)

5 Masalah yang terkait dengan Bulan Rajab

Berikut  adalah 5 masalah terkait dengan bulan Rajab :

1. Doa khusus di bulan Rajab
Ada sebagian orang membaca doa,

اللهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ، وَشَعْبَانَ، وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
“Ya Allah, berkahilah kami dalam bulan Rajab dan Sya’ban, lalu sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.” 


Hadits ini dhaif (lemah), diriwayatkan al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra, Ahmad, al-Bazzar dalam Musnad keduanya, Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath, Abu Nu’aim dalam Hilyah dari berbagai jalan dari Zaidah bin Abu Riqad berkata, “Telah menceritakan kepadaku Ziyad an Namiri, dari Anas secara marfu’.”
Imam al-Baihaqi berkata, “Hadits ini hanya diriwayatkan an-Namiri,
dan dari dia hanya oleh Zaidah.  Al-Bukhari mengatakan, ‘Zaidah, jika
meriwayatkan dari Ziyad an-Namiri haditsnya munkar.’ An-Namiri juga
orang yang lemah.”
Berhubung hadits ini lemah, maka tidak bisa dijadikan hujjah dan
tidak bisa diamalkan. Sebagai ganti doa yang shahih adalah doa yang
diucapkan Rasulullah ketika melihat hilal tanggal satu secara umum untuk
 setiap bulan hijriyah, beliau berdoa,

اللهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَالْإِيمَانِ، وَالسَّلامَةِ وَالْإِسْلامِ، رَبِّي وَرَبُّكَ اللهُ

“Ya Allah tampakkanlah bulan tanggal satu itu kepada kami
dengan membawa keberkahan dan keimanan, keselamatan dan Islam, Tuhanku
dan Tuhanmu (hai bulan sabit) adalah  Allah.” (HR.  Ahmad, no. 1397)


2. Perang dan Menyembelih Kurban
Mayoritas ulama menganggap bahwa hukum larangan perang dan menyembelih kurban sudah dihapus. Ibnu Rajab  berkata dalam kitabnya Lathaif al-Ma’arif, hal. 210, “Tidak diketahui dari seorang sahabat pun bahwa mereka
berhenti berperang pada bulan-bulan haram, padahal ada faktor
pendorongnya saat itu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sepakat tentang
dihapusnya hukum tersebut.” Begitu juga dengan menyembelih (berkurban).

3. Shalat khusus di bulan Rajab
Tidak ada shalat khusus pada bulan Rajab dan juga tidak ada anjuran shalat Raghaib pada bulan tersebut.
Shalat Raghaib atau shalat Rajab adalah shalat 12 rakaat yang
dilakukan antara shalat Maghrib dan Isya pada malam Jum’at pertama bulan
 Rajab. Pada siang hari sebelumnya dianjurkan berpuasa sunnah. Di setiap
 rakaat dianjurkan membaca al Fatihah 1x, al-Qadar 3x, al-Ikhlash 12x.
Setelah shalat, dianjurkan membaca shalawat kepada Nabi sebanyak 70x.

Di antara keutamaan yang disebutkan adalah bahwa dosa orang yang
melakukannya diampuni walaupun sebanyak buih di lautan dan dapat memberi
 syafaat untuk 700 orang dari kalangan kerabatnya. Namun sayang, hadits
yang menerangkan tata cara shalat Raghaib dan keutamaannya adalah hadits maudhu’ (palsu).
Ibnul Jauziy berkata, “Sungguh, orang  telah membuat hal baru yang
tidak dicontohkan oleh Rasulullah dengan menunjukkan hadits palsu ini,
sehingga menjadi pendorong bagi orang-orang untuk shalat Raghaib dengan
berpuasa sebelumnya, padahal siang hari begitu panas, namun ketika
berbuka mereka tidak ingin makan banyak karena mereka harus shalat
Maghrib, lalu shalat Raghaib. Padahal dalam shalat Raghaib, bacaan
tasbih dan sujudnya begitu lama. Sungguh orang-orang terasa susah saat
itu. Sungguh aku lihat mereka di bulan Ramadhan dan tatkala mereka
shalat Tarawih tidak bersemangat seperti saat melaksanakan shalat
Raghaib.Tetapi, shalat ini di kalangan awam begitu penting sehingga
orang yang biasa tidak hadir shalat jamaah pun ikut melaksanakannya.” (al-Mawdhu’at li Ibnil Jauziy, 2/125-126)
Al-Imam an-Nawawi berkata, “Shalat yang dikenal orang sebagai Shalat
 Raghaib, yakni 12 rakaat antara Maghrib dan Isya’ pada malam Jum’at
pertama di bulan Rajab dan Shalat Malam Nishfu Sya’ban 100 raka’at maka
kedua shalat ini adalah bid’ah munkarah lagi buruk.” (Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, 4 / 56)

4. Puasa khusus di bulan Rajab
Imam asy-Syaukani menukil perkataan ‘Ali bin Ibrahim al-‘Aththaar,
ia berkata dalam risalahnya: “Sesungguhnya riwayat tentang keutamaan
puasa Rajab, semuanya adalah palsu dan lemah, tidak ada asalnya (dari
Nabi).” (Lihat al-Fawaa-idul Majmu’ah fil Ahaaditsil Maudhu’ah, hal. 381)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah  berkata, “Adapun berpuasa khusus pada
bulan Rajab, maka hal itu berdasar pada hadits yang seluruhnya lemah (dha’if) bahkan palsu  (maudhu’). Para ulama tidak pernah menjadikan hadits-hadits itu sebagai sandaran.
Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah maudhu’ (palsu) dan dusta.Telah dicontohkan para sahabat bahwa mereka melarang
berpuasa pada seluruh hari di bulan Rajab karena dikhawatirkan akan sama dengan puasa Ramadhan. Hal ini pernah dicontohkan oleh ‘Umar bin
al-Khaththab. Ketika bulan Rajab, ‘Umar pernah memaksa seseorang untuk
makan (tidak berpuasa), lalu beliau katakan,

لَا تُشَبِّهُوهُ بِرَمَضَانَ

“Janganlah engkau menyamakan puasa di bulan ini (bulan Rajab) dengan bulan Ramadhan.” (Riwayat ini dibawakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ al-Fatawa, 25/290 dan beliau mengatakannya shahih, dan juga al-Albani dalam Irwa-ul Ghalil)

Adapun perintah Nabi untuk berpuasa di
bulan-bulan haram yaitu bulan Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan
Muharram, maka ini adalah perintah untuk berpuasa pada empat bulan
tersebut dan beliau tidak mengkhususkan untuk berpuasa pada bulan Rajab
saja.” (Majmu’ al-Fatawa, 25/291)


Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany berkata di kitabnya, Tabyiinul ‘Ajab bi ma Warada fii Fadhli Rajab, “Tidak ada riwayat yang sah yang menerangkan keutamaan bulan Rajab dan
tidak pula tentang puasa khusus di bulan Rajab, serta tidak ada pula
hadits yang shahih yang dapat dipegang sebagai hujjah tentang shalat
malam khusus di bulan Rajab.”

Imam Ahmad mengatakan, “Sebaiknya seseorang tidak berpuasa (pada
bulan Rajab) satu atau dua hari.” Imam Asy Syafi’i  berkata, “Aku tidak
suka jika ada orang yang menyempurnakan puasa sebulan penuh sebagaimana
puasa di bulan Ramadhan.” Beliau berdalil dengan hadits ‘Aisyah yang
tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh pada bulan-bulan
lainnya sebagaimana beliau menyempurnakan puasa sebulan penuh pada bulan
 Ramadhan. (Latha-if al-Ma’arif , 215)

Kesimpulannya, berpuasa di bulan Rajab itu terlarang jika memenuhi tiga hal berikut ini,
1. Dikhususkan berpuasa penuh pada bulan tersebut, tidak seperti
bulan yang lain sehingga orang-orang awam menganggapnya sama dengan
puasa Ramadhan.
2. Dianggap bahwa puasa di bulan tersebut adalah puasa yang dikhususkan oleh Nabi sebagaimana sunnah rawatib.
3. Dianggap memiliki keutamaan pahala yang lebih dari puasa di bulan-bulan lainnya.
Adapun berpuasa yang tidak terkait tiga hal tersebut semisal, puasa
sunnah Senin-Kamis, puasa Dawud, dll, maka tidak mengapa dilakukan.

5. Perayaan Isra’ Mi’raj
Saudaraku... sebelum kita menilai apakah merayakan Isra’
Mi’raj ada tuntunan dalam agama ini ataukah tidak, perlu kita tinjau
terlebih dahulu mengenai kapan terjadinya. Para ulama berbeda pendapat
mengenai kapan terjadinya Isra’ Mi’raj. Ada yang mengatakan pada bulan
Rajab.  Ada pula yang mengatakan pada bulan Ramadhan.
Abu Syammah seorang ulama asy- Syafi’iyah berkata, “Sebagian orang
menceritakan bahwa Isra’ Mi’raj terjadi di bulan Rajab. Namun para pakar Jarh wa Ta’dil (ulama hadits) menyatakan klaim tersebut adalah suatu kedustaan.” (al-Bida’ al-Hawliyah, Abdullah bin Abdul Aziz bin Ahmad at-Tuwaijiri, 274)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak ada dalil yang tegas
yang menyatakan terjadinya Isra’ Mi’raj pada bulan tertentu, 10 hari
tertentu atau ditegaskan pada tanggal tertentu. Bahkan sebenarnya para
ulama berselisih pendapat tentangnya, tidak ada yang bisa menegaskan
waktu pastinya.” (Zadul Ma’ad, Ibnul Qayyim al-Jauziyah,1/54)

Dalam Fathul Bari Kitab Manaqib Bab al-Mi’raj; al-Hafidzh
Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Dan sungguh telah berselisih para ulama di dalam menentukan waktu Mi’raj. Ada yang mengatakan sebelum kenabian, pendapat ini ganjil kecuali kalau dianggap terjadi di dalam mimpi. Dan
kebanyakan ulama yang lain berpendapat setelah kenabian. Pendapat ini
pun terjadi perselisihan, ada yang mengatakan satu tahun sebelum hijrah. Demikian pendapat Ibnu Sa’ad dan yang lainnya, pendapat ini dikuatkan
oleh an-Nawawi; ...Sesungguhnya terdapat perselisihan yang banyak lebih
dari 10 pendapat…”
Jika penetapan hari dan bulan terjadinya Isra’ Mi’raj saja tidak
pasti dan diperselisihkan para ulama, maka bagaimanakah kita akan
merayakannya?

Karena jika seandainya Isra’ Mi’raj adalah perkara yang penting
untuk dirayakan, maka pasti akan ditegaskan oleh Nabi dalam
hadits-hadits beliau, sebagai bagian dari kesempurnaan Islam dan
semangat beliau dalam menunjukkan kebaikan kepada ummatnya. Juga pasti
akan dinukil dari para sahabat tentang penetapan hari terjadinya sebagai
 sikap amanah mereka dalam menyampaikan ilmu.

Cukuplah hal ini menjadi bukti nyata yang menunjukkan bahwa Nabi,
para sahabat dan para ulama setelah mereka, tidaklah menaruh perhatian
besar dalam masalah hari dan perayaan Isra’ Mi’raj. Sedangkan mereka
adalah contoh, panutan dan teladan terbaik bagi kita semua di dalam
perkara-perkara syariat. Allahu a’lam bish shawab.

Penyusun : MOH. ARIF RAHMAN SARIFUDIN, A.Md

HAKIKAT SABAR


  Keimanan itu laksana burung, maka jiwa kita akan terbang
menuju ke hadirat Allah Subhanahu Wata'ala dengan dua sayap yang kokoh, yaitu
sayap syukur dan sayap sabar. 
Hakikat sabar adalah teguh dan kokoh mempertahankan jiwa untuk
selalu berada pada ketentuan syari'at Allah, dengan tetap menjalankan ketaatan
dan menahan diri dari larangan serta berlapang dada pada setiap ketentuan ujian
dari Allah Subhanahu Wata'ala.
Maka orang yang bersabar akan senantiasa teguh dan selalu menambah
kekuatan tenaga jasmani dan rohaninya untuk meningkatkan amal ketaatan, terus
mengokohkan dan menambah tekun amal ibadah dan amal shalih mereka. Allah
Subhanahu Wata'ala berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan
kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan
bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung." (Ali Imran: 200).

Mereka juga bersabar di dalam menahan penderitaan dengan tetap
melaksanakan ketaatan, sehingga Allah Subhanahu Wata'ala amat memuji dan
menyanjung mereka.
Dengan bersabar, seseorang akan menyadari dan ridha bahkan cinta
terhadap ketentuan ujian penderitaan yang telah ditakdirkan oleh Allah pada
dirinya. Allah Subhanahu Wata'ala berfirman :

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (Al-Baqarah: 155).
Allah Subhanahu Wata'ala berfirman :
الَّذِينَ إِذَآ
أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا للهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
"(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan, 'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un'." (Al-Baqarah: 155 – 156).


Itulah hakikat kesabaran yang intinya adalah teguh bertahan
sekokoh-kokohnya dalam memperkuat jiwa, kemudian memperjuangkan segenap
kemampuan jiwanya itu dalam menempuh keridhaan Allah, dengan melaksanakan
perintah dan menjauhi laranganNya dalam kondisi apa pun.
Kesabaran yang demikian itulah yang disediakan bagi penyandangnya
berbagai kemuliaan, keagungan, ketinggian derajat, kekuasaan, bahkan berbagai
balasan yang dijanjikan oleh Allah dalam Firman-firmanNya,
Mari kita simak beberapa pujian dan balasan yang disediakan dan
diberikan kepada orang-orang yang bersabar, yang kita kutip dari Firman Allah
Subhanahu Wata'ala :

1. Allah akan
mengantarkannya menuju kepada keberuntungan dan kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. Firman Allah Subhanahu Wata'ala :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan
kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan
bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung." (Ali Imran: 200).


2. Pahala orang-orang yang bersabar akan
dilipatgandakan dengan hitungan yang tanpa batas. Sebagaimana yang diperkuat
oleh Firman Allah :

قُلْ يَاعِبَادِ
الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ
الدُّنْيَاحَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ
أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

"Katakanlah, 'Hai hamba-hambaKu yang beriman, bertakwalah
kepada Rabbmu.'Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan.
Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah
yang dicukupkan pahala tanpa batas." (Az-Zumar: 10).


3. Mencapai kejayaan dan kepemimpinan, sebab
tanpa kesabaran, cita-cita yang sudah di depan mata dan sedikit lagi akan
tergapai menjadi sirna dan hilang. Cobalah perhatikan pemimpin-pemimpin besar
dunia, mereka adalah orang-orang yang gigih memperjuangkan cita-citanya, di
samping senjata utama yang tidak pernah lekang dari mereka yaitu kesabaran
menghadapi berbagai rintangan yang menghadang mereka.
Firman Allah Subhanahu Wata'ala :
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ
أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِئَايَاتِنَا
يُوقِنُونَ
"Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang
memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan mereka meyakini
ayat-ayat Kami." (As-Sajadah:
24).
4. Dengan kesabaran, kekuatan akan selalu
bersanding bersamanya, kemenangan akan selalu hadir di hadapannya, dan
pertolongan Allah akan selalu menyertainya. Firman Allah Subhanahu Wata'ala :
وَأَطِيعُوا اللهَ
وَرَسُولَهُ وَلاَتَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا
إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

"Dan taatlah kepada Allah dan Rasulnya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.
Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (Al-Anfal: 46).

5. Kesabaran merupakan perisai kokoh dan
tangguh, yang dapat digunakan menangkal berbagai makar yang diluncurkan musuh,
bahkan dengan kesabaran itu, makar-makar musuh akan menjadi lemah dan tak
mempunyai daya serang yang berarti.

Firman Allah Subhanahu Wata'ala :

إِن تَمْسَسْكُمْ
حَسَنَةُُ تَسُؤْهُمْ وَإِن تُصِبْكُمْ سَيِّئَةُُ يَفْرَحُوا بِهَا وَإِن
تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لاَ يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللهَ بِمَا
يَعْمَلُونَ مُحِيطُُ

"Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati,
tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu
bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan
kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka
kerjakan." (Ali Imran: 120).


6. Sebagai penghormatan yang sangat istimewa
bagi para penyabar. Dikarenakan ketangguhan mereka di dalam bersabar, maka para
malaikat menyambut dan mengucapkan salam kepada mereka.
Firman Allah Subhanahu Wata'ala :
سَلاَمٌ عَلَيْكُم بِمَا
صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
"(Sambil mengucapkan), 'Salamun 'alaikum bima shabartum.'
Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu." (Ar-Ra'd: 23 – 24).


7. Menjadi golongan yang dicintai Allah
merupakan cita-cita dan tujuan seorang mukmin, maka dengan kesabaran, kecintaan
Allah Subhanahu Wata'ala dengan sendirinya tersandang kepadanya.
Firman Allah Subhanahu Wata'ala :

وَكَأَيِّن مِّن نَّبِيٍّ
قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَآأَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ
اللهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

"Dan berapa banyak nabi yang berperang, bersama-sama mereka
sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah
karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak
(pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang
sabar." (Ali Imran: 146).


Itulah berbagai kemuliaan, keutamaan yang dikaruniakan, pahala
yang tiada terhitung, kemudian ampunan dan surga yang pasti akan diperoleh
orang-orang yang bersabar.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :

مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ
مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ
حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلاَّ كَفَّرَ الله بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ.

"Tidaklah menimpa seorang Muslim dari keletihan atau
penyakit, kecemasan, kesedihan, penderitaan, tidak pula duka cita, sampai pada
duri yang menusuknya, kecuali Allah meleburkan dengannya dari
dosa-dosanya." (HR.
al-Bukhari: 5641 – 5642; Muslim: 2573).


Bahkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam meriwayatkan satu hadits
Qudsi yang beliau riwayatkan dari Sang Maha Penyabar, bahwa Allah Subhanahu
Wata'ala berfirman :

إذا ابْتَلَيْتُ عَبْدِيْ
بِحَبِيْبَتَيْهِ فَصَبَرَ، عَوَّضْتُهُ مِنْهُمَا الْجَنَّةَ.

"Bila Aku menguji hambaKu dengan kedua kekasihnya (matanya)
kemudian bersabar, maka Aku ganti baginya dengan surga." (HR. al-Bukhari : 5653).


Kesabaran adalah kebahagiaan hidup yang sesungguhnya, beberapa
orang sahabat radiyallahu 'anhum datang memohon sesuatu kepada Rasulullah
Sallallahu 'Alahi Wasallam, beliau memberinya, maka mereka datang memohon lagi,
Rasul Sallallahu 'Alaihi Wasallam memberi lagi, kemudian mereka datang lagi,
beliau Sallallahu 'Alaihi Wasallam memberi lagi, sampai akhirnya beliau
kehabisan sesuatu untuk diberikan kepadanya, kemudian beliau Sallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda :

مَا يَكُوْنُ عِنْدِيْ
مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ أَدَّخِرَهُ عَنْكُمْ، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ الله ،
وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ الله ، وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ الله ، وَمَا
أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ.

"Tidak ada suatu benda berharga pun yang aku sembunyikan dari
kalian semua, maka siapa yang menjaga kehormatan dirinya, maka Allah akan
menjaganya. Siapa yang mencukupkan diri (dari meminta-minta), maka Allah akan
mencukupinya, dan siapa yang menyabarkan dirinya, maka Allah akan menjadikannya
bersabar. Dan tidaklah seseorang mendapat karunia yang lebih baik dan lebih
luas melebihi dari kesabaran." (HR. al-Bukhari-Muslim dari Abi Sa'id al-Khudri).

Kesabaran itulah perhiasan akhlak yang harus kita mohonkan kepada
Allah, Sayyidina Umar radiyallahu 'anhu berkata :
وَجَدْنَا خَيْرَ
عَيْشِنَا بِالصَّبْرِ.

"Kita temukan sebaik-baik kehidupan kita adalah dengan
kesabaran."

Maka marilah kita memohon tambahan kokohnya kesabaran itu dengan
menambah ilmu tentang keutamaan kesabaran dan menambah kokohnya iman kita
tentang sifat, anugerah dan janji-janji Allah serta kehidupan dan balasan di
akhirat kelak.

وَاصْبِرْ وَمَاصَبْرُكَ
إِلاَّبِاللهِ وَلاَتَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلاَتَكُ فِي ضَيْقٍ مِّمَّا يَمْكُرُونَ
. إِنَّ اللهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ

"Bersabarlah (hai Muhammad), dan tiadalah kesabaranmu itu
melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap
(kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka
tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan
orang-orang yang berbuat kebaikan." (An-Nahl: 127-128).


Allaahu Ta'ala a'lam.

Penyusun : MOH. ARIF RAHMAN SARIFUDIN, A.Md

Rabu, 29 Mei 2013

TINGKATAN TAWADHU'


Pertama: Tawadhu' di dalam agama
Yaitu patuh dan mengerjakan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad صلي الله عليه وسلم secara pasrah, runduk dan taat. Hal itu tidak bisa terwujud kecuali dengan tiga perkara;
a.    Tidak mempertentangkan ajaran yang dibawa oleh Nabi صلي الله عليه وسلم dengan akal, analogi, perasaan, atau siasat.
b.    Tidak menuduh bahwa dalil-dalil dalam agama ini adalah cacat dan jelek serta berprasangka bahwa dalil-dalil agama ada yang kurang, atau yang lainnya lebih utama. Barangsiapa yang terlintas dalam pikirannya hal seperti ini, maka salahkanlah pemahamannya.
c.     Tidak menyelisihi nash dan dalil yang telah tetap.
Kedua: Menerima kebenaran dari orang yang dicintai atau yang dibenci
Tidak termasuk sikap tawadhu' adalah menolak kebenaran dikarenakan ia berasal dari musuh.
Ketiga: Menjunjung al-haq
Yaitu menjadikan al-haq dan perintah sebagai dasar perbuatan dan menjalankan ibadah kepada Alloh عزّوجلّ semata-mata karena perintah dari Alloh سبحانه و تعالي dan bukan karena kebiasaan atau hawa nafsu.[1]


1.  Madarij as-Salikin 2/383-388, Ibnul Qoyyim
Sumber :www.ibnumajjah.wordpress.com

MACAM-MACAM TAWADHU'



Pertama: Tawadhu' yang terpuji
Yaitu tawadhu'nva seorang hamba ketika melaksanakan perintah Alloh عزّوجلّ dan meninggalkan larangan-Nya. Karena jiwa ini secara tabiat akan mencari kesenangan dan rasa lapang serta tidak ingm terbebani sehingga akan menimbulkan keinginan lari dari peribadatan dan tetap dalam kesenangannya. Maka apabila seorang hamba mampu  menundukan dirinya dengan melaksanakan perintah Alloh dan menjauhi larangan-Nya, sungguh ia telah tawadhu' dalam peribadatan.
Kedua: Tawadhu' yang tercela
Yaitu tawadhu'nya seseorang kepada orang yang mempunyai pangkat dunia karena berharap mendapat bagian dunia darinya.
Orang yang memiliki akal sehat dan selamat tentunya ia akan berusaha meninggalkan tawadhu' tercela ini dan akan berusaha berhias dengan sifat tawadhu' yang terpuji.[1]


1.  Roudhotul Uqola hlm.59, Ibnu Hibban, Nadhrotun Na'im 4/1256-1257, Nahwa Akhlaq as-Salaf hlm.153, Salim al-Hilali, Aina Nahnu Min Haulaa hlm.127, Abdul Malik al-Qosim

Sumber:www.ibnumajjah.wordpress.com

KEUTAMAAN TAWADHU'


Tidaklah sifat yang terpuji melainkan menyimpan keutamaan. Ini adalah sebagai pendorong bagi kita agar segera berhias dengan sifat tersebut. Di antara keutamaan sifat tawadhu' adalah;
1.    Menjalankan perintah Alloh عزّوجلّ
Alloh عزّوجلّ berfirman:
 وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
"Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. (QS. asy-Syu'aro [26]: 215)
Syaikh Ibnu Utsaimin رحمه الله berkata: "Maksudnya adalah tawadhu', karena orang yang sombong melihat dirinya bagaikan burung yang terbang di angkasa, maka Alloh عزّوجلّ memerintahkan untuk merendahkan sayapnya dan merendahkan diri terhadap orang-orang beriman yang mengikati Nabi صلي الله عليه وسلم.'" [1]
2.    Alloh عزّوجلّ  membenci orang yang sombong
Alloh سبحانه و تعالي berfirman:
 وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS. Luqman [31]: 18)
Sahabat mulia Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata: "Yaitu janganlah kamu sombong, sehingga membawa kalian merendahkan hamba Alloh dan berpaling dari mereka jika mereka berbicara kepadamu." [2]
3.    Perangai hamba yang terpuji
Alloh عزّوجلّ berfirman:
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْناً وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَاماً
"Dan hamba-hamba Alloh yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan." (QS. al-Furqon [25]: 63)
Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله mengatakan: "Firman Alloh عزّوجلّ berjalan di atas bumi dengan rendah hati yaitu mereka berjalan dengan tenang, penuh dengan ketawadhu'an, tidak congkak dan sombong." [3]
4.    Jalan menuju surga
Alloh سبحانه و تعالي berfirman:
تِلْكَ الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوّاً فِي الْأَرْضِ وَلَا فَسَاداً وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
"Negeri akhirat[4] itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu[5] adalah bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. al-Qoshos [28]: 83)
5.    Mengangkat derajat seorang hamba
Selayaknya bagi setiap muslim untuk berhias diri dengan sifat tawadhu' karena dengan tawadhu' tersebut Alloh if. akan meninggikan derajatnya. Rosululloh صلي الله عليه وسلم bersabda;
وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ
Tidaklah seseorang tawadhu' karena Alloh kecuali Alloh عزّوجلّ mengangkat derajatnya." (HR. Muslim: 2588)
Imam an-Nawawi رحمه الله berkata: "Hadits ini mempunyai dua makna:
Pertama: Alloh سبحانه و تعالي akan meninggikan derajatnya di dunia, dan mengokohkan sifat tawadhu'nya dalam hati hingga Alloh عزّوجلّ mengangkat derajatnya di mata manusia.
Kedua: Pahala di akhirat, yakni Alloh عزّوجلّ akan mengangkat derajatnya di akhirat disebabkan tawadhu'nya di dunia.[6]
6.    Mendatangkan rasa cinta, persaudaraan dan menghilangkan kebencian
Rosululloh صلي الله عليه وسلم bersabda:
وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
"Sesungguhnya Alloh عزّوجلّ mewahyukan kepadaku agar kalian tawadhu', hingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya atas orang lain dan tidak ada lagi orang yang menyakiti atas orang lain." (HR. Muslim: 2865)

1.  Syarah Riyadhus Sholihin 3/515
2.  Fathul Qodir 4/301, Syaukani
3.  Madarijus Salikin 2/375, Ibnul Qoyyim, Tahqiq: Amir Ali Yasin
4.  Yang dimaksud kampung akhirat di sini ialah kebahagiaan dan kenikmatan di akhirat
5.  Maksudnya: surga
6.  Syarah Shohih Muslim 16/143
 Sumber :www.ibnumajjah.wordpress.com

SYARAT TAWADHU'

Tawadhu' adalah akhlak yang agung dan ia tidak sah kecuali dengan dua syarat;
Pertama: Ikhlas karena Alloh عزّوجلّ semata. Rosululloh صلي الله عليه وسلم bersabda;
وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ
"Tidaklah seseorang tawadhu' karena Alloh, kecuali Alloh akan angkat derajatnya." (HR. Muslim: 2588)
Kedua: Kemampuan
Rosululloh صلي الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ تَرَكَ اللِّبَاسَ تَوَاضُعًا لِلَّهِ وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَيْهِ دَعَاهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنْ أَيِّ حُلَلِ الْإِيمَانِ شَاءَ يَلْبَسُهَا
"Barangsiapa yang meninggalkan pakaian[1]  karena tawadhu' kepada Alloh[2] padahal dia mampu, maka Alloh akan memanggilnya pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk hingga Alloh memberinya pilihan dari perhiasan penduduk surga, ia bisa memakainya sekehendaknya." [3]


1.  Yaitu pakaian yang bagus dan mahal.
2.  Maksudnya bukan karena ingin dikatakan dia adalah orang yang tawadhu', zuhud atau lainnya. (Tuhfatul Ahwadzi 7/154, Mubarok Fury)
3.  HR. Tirmidzi: 2481, Ahmad 3/439, Hakim 4/183, Abu Nu'aim dalam al-Hilyah 8/48 dll. Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shohihah no.718

Sumber : www.ibnumajjah.wordpress.com

 

Iklan

LazadaID

MULTI TAB 1

VIDEO

MULTI TAB 2

HTML

MULTI TAB 3

MULTI TAB 4

MULTI TAB 5



MULTI TAB 6

Postingan Populer

MULTI TAB 7

Kategori


MULTI TAB 9

Buku Tamu

MULTI TAB 10

Daftar Blog Saya

MULTI TAB 11




 
KEMBALI KEATAS
') }else{document.write('') } }