Ini adalah judul fitur slide 1

Template yang sudah didukung dengan fitur slide, sehingga anda tidak perlu edit HTMl lagi. Silahkan and ganti kalimat-kalimat ini dengan tema descriptions milik anda sendiri.

Jauhilah dengki, karena dengki memakan amal kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar

Allah tidak melihat bentuk rupa dan harta benda kalian, tapi Dia melihat hati dan amal kalian.

Sesungguhnya seorang hamba itu bila merasa ujub kerana suatu perhiasan dunia, niscaya Allah akan murka kepadanya hingga dia melepaskan perhiasan itu. ~ Sayidina Abu Bakar

Niat adalah ukuran dalam menilai benarnya suatu perbuatan, oleh karenanya, ketika niatnya benar, maka perbuatan itu benar, dan jika niatnya buruk, maka perbuatan itu buruk. ~ Imam An Nawawi

Kamis, 13 Juni 2013

SEBAB SEBAB TURUNNYA RIZKI

Akhir-akhir ini banyak orang yang mengeluhkan masalah penghasilan atau rizki, entah karena merasa kurang banyak atau karena kurang berkah. Begitu pula
berbagai problem kehidupan, mengatur pengeluaran dan kebutuhan serta
bermacam-macam tuntutannya. Sehingga masalah penghasilan ini menjadi
sesuatu yang menyibukkan, bahkan membuat bingung dan stress sebagian
orang. Maka tak jarang di antara mereka ada yang mengambil jalan pintas
dengan menempuh segala cara yang penting keinginan tercapai. Akibatnya
bermunculanlah koruptor, pencuri, pencopet, perampok, pelaku suap dan
sogok, penipuan bahkan pembunuhan, pemutusan silaturrahim dan meninggal
kan ibadah kepada Allah untuk mendapatkan uang atau alasan kebutuhan
hidup.

Mereka lupa bahwa Allah telah menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya
sebab-sebab yang dapat mendatangkan rizki dengan penjelasan yang amat
gamblang. Dia menjanjikan keluasan rizki kepada siapa saja yang
menempuhnya serta menggunakan cara-cara itu, Allah juga memberikan
jaminan bahwa mereka pasti akan sukses serta mendapatkan rizki dengan
tanpa disangka-sangka.

Diantara sebab-sebab yang melapangkan rizki adalah sebagai berikut:
        * Takwa Kepada Allah
Takwa merupakan salah satu sebab yang dapat mendatangkan rizki dan
menjadikannya terus bertambah. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,
artinya,
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada
disangka-sangkanya.” (At Thalaq 2-3)

Setiap orang yang bertakwa, menetapi segala yang diridhai Allah
dalam segala kondisi maka Allah akan memberikan keteguhan di dunia dan
di akhirat. Dan salah satu dari sekian banyak pahala yang dia peroleh
adalah Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dalam setiap
permasalahan dan problematika hidup, dan Allah akan memberikan kepadanya
 rizki secara tidak terduga.
Imam Ibnu Katsir berkata tentang firman Allah di atas, "Yaitu barang
 siapa yang bertakwa kepada Allah dalam segala yang diperintahkan dan
menjauhi apa saja yang Dia larang maka Allah akan memberikan jalan
keluar dalam setiap urusannya, dan Dia akan memberikan rizki dari arah
yang tidak disangka-sangka, yakni dari jalan yang tidak pernah terlintas
 sama sekali sebelumnya.”

Allah swt juga berfirman, artinya,
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa,
pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. 7:96)


        * Istighfar dan Taubat
Termasuk sebab yang mendatang kan rizki adalah istighfar dan taubat,
 sebagaimana firman Allah yang mengisahkan tentang Nabi Nuh Alaihissalam
 ,
“Maka aku katakan kepada mereka:"Mohonlah ampun kepada Rabbmu,
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun" niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan
 mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya)
untukmu sungai-sungai.” (QS. 71:10-12)
Al-Qurthubi mengatakan, "Di dalam ayat ini, dan juga dalam surat Hud
 (ayat 52,red) terdapat petunjuk bahwa istighfar merupakan penyebab
turunnya rizki dan hujan."

Ada seseorang yang mengadukan kekeringan kepada al-Hasan al-Bashri,
maka beliau berkata, "Beristighfarlah kepada Allah", lalu ada orang lain
 yang mengadukan kefakirannya, dan beliau menjawab, "Beristighfarlah
kepada Allah". Ada lagi yang mengatakan, "Mohonlah kepada Allah agar
memberikan kepadaku anak!" Maka beliau menjawab, "Beristighfarlah kepada
 Allah". Kemudian ada yang mengeluhkan kebunnya yang kering kerontang,
beliau pun juga menjawab, "Beristighfarlah kepada Allah."
Maka orang-orang pun bertanya, “Banyak orang berdatangan mengadukan
berbagai persoalan, namun anda memerintahkan mereka semua agar
beristighfar." Beliau lalu menjawab, "Aku mengatakan itu bukan dari
diriku, sesungguhnya Allah swt telah berfirman di dalam surat
Nuh,(seperti tersebut diatas, red)

Istighfar yang dimaksudkan adalah istighfar dengan hati dan lisan
lalu berhenti dari segala dosa, karena orang yang beristighfar dengan
lisannnya saja sementara dosa-dosa masih terus dia kerjakan dan hati
masih senantiasa menyukainya maka ini merupakan istighfar yang dusta.
Istighfar yang demikian tidak memberikan faidah dan manfaat sebagaimana
yang diharapkan.


        * Tawakkal Kepada Allah
Allah swt berfirman, artinya,
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. 65:3)
Nabi saw telah bersabda, artinya,
"Seandainya kalian mau bertawakkal kepada Allah dengan
sebenar-benarnya maka pasti Allah akan memberikan rizki kepadamu
sebagaimana burung yang diberi rizki, pagi-pagi dia dalam keadaan lapar
dan kembali dalam keadaan kenyang." (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan
dishahihkan al-Albani)

Tawakkal kepada Allah merupakan bentuk memperlihatkan kelemahan diri
 dan sikap bersandar kepada-Nya saja, lalu mengetahui dengan yakin bahwa
 hanya Allah yang memberikan pengaruh di dalam kehidupan. Segala yang
ada di alam berupa makhluk, rizki, pemberian, madharat dan manfaat,
kefakiran dan kekayaan, sakit dan sehat, kematian dan kehidupan dan
selainnya adalah dari Allah semata.

Maka hakikat tawakkal adalah sebagaimana yang di sampaikan oleh
al-Imam Ibnu Rajab, yaitu menyandarkan hati dengan sebenarnya kepada
Allah Azza wa Jalla di dalam mencari kebaikan (mashlahat) dan
menghindari madharat (bahaya) dalam seluruh urusan dunia dan akhirat,
menyerahkan seluruh urusan hanya kepada Allah serta merealisasikan
keyakinan bahwa tidak ada yang dapat memberi dan menahan, tidak ada yang
 mendatangkan madharat dan manfaat selain Dia.


        * Silaturrahim
Ada banyak hadits yang menjelaskan bahwa silaturrahim merupakan
salah satu sebab terbukanya pintu rizki, di antaranya adalah sebagai
berikut:
-Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, artinya,
" Dari Abu Hurairah ra berkata, "Aku mendengar Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, "Siapa yang senang untuk
dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah menyambung
silaturrahim." (HR Al Bukhari)
-Sabda Nabi saw, artinya,
"Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi
wasalam bersabda, " Ketahuilah orang yang ada hubungan nasab denganmu
yang engkau harus menyambung hubungan kekerabatan dengannya. Karena
sesungguhnya silaturrahim menumbuhkan kecintaan dalam keluarga,
memperbanyak harta dan memperpanjang umur." (HR. Ahmad dishahihkan
al-Albani)
Yang dimaksudkan dengan kerabat (arham) adalah siapa saja yang ada
hubungan nasab antara kita dengan mereka, baik itu ada hubungan waris
atau tidak, mahram atau bukan mahram.


        * Infaq fi Sabilillah
Allah swt berfirman, artinya,
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan
menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. 34:39)
Ibnu Katsir berkata, "Yaitu apapun yang kau infakkan di dalam hal
yang diperintahkan kepadamu atau yang diperbolehkan, maka Dia (Allah)
akan memberikan ganti kepadamu di dunia dan memberikan pahala dan
balasan di akhirat kelak."
Juga firman Allah yang lain,artinya,

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari
bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa
Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti)
kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir);
sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan
Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2:267-268)
Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah saw bersabda, Allah swt
berfirman, "Wahai Anak Adam, berinfaklah maka Aku akan berinfak
kepadamu." (HR Muslim)


        * Menyambung Haji dengan Umrah
Berdasarkan pada hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Ibnu
Mas'ud Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam bersabda, artinya,
"Ikutilah haji dengan umrah karena sesungguhnya keduanya akan
menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pande besi menghilangkan
karat dari besi, emas atau perak, dan haji yang mabrur tidak ada
balasannya kecuali surga." (HR. at-Tirmidzi dan an- Nasai, dishahihkan
al-Albani)
Maksudnya adalah, jika kita berhaji maka ikuti haji tersebut dengan
umrah, dan jika kita melakukan umrah maka ikuti atau sambung umrah
tersebut dengan melakukan ibadah haji.


        * Berbuat Baik kepada Orang Lemah
Nabi saw telah menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rizki dan
pertolongan kepada hamba-Nya dengan sebab ihsan (berbuat baik) kepada
orang-orang lemah, beliau bersabda, artinya,
"Tidaklah kalian semua diberi pertolongan dan diberikan rizki
melainkan karena orang-orang lemah diantara kalian." (HR. al-Bukhari)
Dhu'afa' (orang-orang lemah) klasifikasinya bermacam-macam, ada
fuqara, yatim, miskin, orang sakit, orang asing, wanita yang terlantar,
hamba sahaya dan lain sebagainya.


        * Serius di dalam Beribadah
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, "Allah Subhannahu wa Ta'ala
berfirman, artinya,
"Wahai Anak Adam Bersungguh-sungguhlah engkau beribadah kepada Ku,
maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kecukupan dan Aku menanggung
kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan itu maka Aku akan memenuhi
dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak menanggung kefakiranmu."
Tekun beribadah bukan berarti siang malam duduk di dalam masjid
serta tidak bekerja, namun yang dimaksudkan adalah menghadirkan hati dan
 raga dalam beribadah, tunduk dan khusyu' hanya kepada Allah, merasa
sedang menghadap Pencipta dan Penguasanya, yakin sepenuhnya bahwa
dirinya sedang bermunajat, mengadu kepada Dzat Yang menguasai Langit dan
 Bumi.Dan masih banyak lagi pintu-pintu rizki yang lain,
seperti hijrah, jihad, bersyukur, menikah, bersandar kepada Allah,
meninggalkan kemaksiatan, istiqamah serta melakukan ketaatan, yang tidak dapat di sampaikan secara lebih rinci dalam lembar yang terbatas ini.
Mudah-mudahan Allah memberi kan taufik dan bimbingan kepada kita semua.
Amin.

( Sumber: Kutaib “Al Asbab al Jalibah lir Rizqi”, al-qism al-ilmi Darul Wathan. )

SEMARAKNYA DUNIA PERDUKUNAN

Dukun/paranormal di zaman sekarang ini semakin laris dan semakin mendapatkan tingkat pupularitas yang tinggi. Fungsi dan
peran mereka yang dulu ditutup - tutupi kini sengaja dibuka lebar-lebar. Kini mereka berani tampil di muka umum dan pasang iklan di media cetak
atau elektronik. Praktik paranormal/dukun kini sudah menjadi profesi. 


Gejala lari ke dukun, paranormal atau "orang pintar" kini semakin
mengakar kuat di setiap lini masyarakat. Entah berapa banyak pejabat,
pengusaha, kalangan profesional, intelektual dan rakyat biasa telah
menjadi konsumen atau pelanggan jasa perdukunan. Kondisi ini merupakan
lahan subur bagi dunia perdukunan dan paranormal. Mereka kian gencar
beriklan tentang kemampuan dan kesaktiannya yang disertai gelar atau
nama yang aneh, berbau magis dan terkadang nyeleneh. Mengapa dunia
perdukunan semakin subur? Ironisnya ini terjadi di masyarakat yang
mengaku religius dan agamis.

Maraknya perdukunan disebabkan, di antaranya:

        * Lemah iman dan kurangnya pemahaman agama.      Lemah iman (kurangnya keyakinan bahwa Allah adalah tempat meminta
segala keperluan) adalah faktor utama bagi seseorang untuk mencari
alternatif lain untuk menyelesaikan permasalahan hidup. Meminta
pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat merupakan solusi Islami dan tepat untuk menyelesaikan masalah. Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah)
dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar." (Al-Baqarah: 153).


        * Membungkus dunia perdukunan dengan agama. 
"Kami tak melakukan apa-apa, hanya berdoa kepada Allah, dan atas
ridhaNyalah doa kami itu terkabul", tutur seorang paranormal di sebuah
media. Ungkapan di atas dan semisalnya adalah ucapan klise yang sering
keluar dari mulut paranormal/dukun. Mereka berlindung di balik kata
"doa" dan nama "Allah" untuk mengelabui orang dan meyakinkan bahwa
kemampuan yang dimilikinya itu adalah pemberian dari Allah dan tidak
bertentangan dengan ajaran agama. Untuk membantah syubhat (kerancuan)
ini, perhatikanlah firman Allah:
"Iblis menjawab, 'Demi kekuasaan (izzah) Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya'." (Shad: 82).

Iblis makhluk yang telah nyata kekafirannya kepada Allah
(Al-Baqarah: 24) menggunakan sifat Allah (Al-Izzah) dalam bersumpah.
Maka bukan suatu hal aneh jika mereka menggunakan nama Allah, membaca
(potongan) ayat-ayat Al-Qur'an sebagai mantera. Penggunaan simbol-simbol
 agama bukan ukuran kebenaran. Bukankah iblis yang menggunakan sifat
Allah ketika bersumpah tidak menjadi pembenaran bahwa ia sesungguhnya
tidak sesat dan menyesatkan. Selain itu, mereka mengatakan bahwa ilmu
yang diberikan berdasar pada agama (Al-Qur'an). Tapi pada saat yang
sama, mereka juga memberikan syarat, azimat dan amalan-amalan yang tidak
 sesuai dengan Al-Qur'an atau tidak diajarkan oleh Al-Qur'an.


        * Ajaran Sufisme 
Ajaran Sufisme mempunyai andil dalam memupuk mistikisme. Lipstik
agama yang membungkus ritual sufisme banyak mengelabui umat.
Cerita-cerita mistik tentang hal-hal ghaib -Allah, malaikat, jin dll-
banyak mewarnai ajaran mereka.


        * Animisme, dinamisme, sinkretisme 
Kepercayaan masyarakat yang suka mistik adalah sisa-sisa pengaruh
dari ajaran anismisme -kepercayaan kepada roh-roh yang mendiami semua
benda-, dinamisme -kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai kekuatan
yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia-
kemudian ajaran Hindu (tentang roh dan dewa-dewi). ( Dr. Simuh ).
Termasuk budaya sinkretisme yang mencampuradukkan ajaran berbagai agama
untuk mencari penyesuaian (Prof. Kusnaka Adimihardja). Pergi ke Dukun/Paranormal 

Allah menurunkan penyakit dan menurunkan pula obatnya, ada di
antaranya yang sudah diketahui dan ada pula yang belum. Berobat yang
sesuai syari'at dibolehkan menurut kesepakatan ulama. Tidak dibolehkan
mendatangi dukun/paranormal yang mengaku mengetahui hal-hal ghaib, untuk
 mengetahui penyakit yang diderita dan atau kebutuhan lainnya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Barangsiapa datang ke kahin (dukun), dan percaya apa yang ia
katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap apa yang telah
diturunkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam." (HR. Abu
Daud).

Allah berfirman:
"(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka dia tidak
memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu." (Al-Jin: 26).

Para dukun/paranormal tidak mempunyai "kelebihan" melainkan dengan
cara berbakti, tunduk, taat dan menyembah jin. Kumkum (berendam) di
pertemuan dua sungai, tapa (meditasi) di gua-gua, puasa, menyembelih
hewan dengan kriteria tertentu adalah sebagian bentuk dari penyembahan
jin. Pengobatan alternatif, pengisian ilmu kesaktian, susuk, azimat,
wafak, pengasihan dan lainnya dalam praktiknya banyak menggunakan jin
dan setan. Setiap praktik dukun/paranormal yang menggunakan syarat,
mahar, perantara dan mantera pantas dicurigai. Lewat syarat itulah,
apakah namanya susuk atau azimat, jin masuk dengan cara yang disadari
atau tidak disadari.

Pergi ke dukun/paranormal adalah awal dari rentetan kesusahan.
Menyelesaikan masalah dengan menambah masalah. Jin dan setan akan terus
menanamkan rasa takut, gelisah dan ketergantungan bagi para konsumen dan
 pengguna jasanya, yang menyebabkan ia tak akan lepas dari pengaruhnya.
Syarat-syarat yang beraneka ragam -dari yang tidak rutin atau rutin
dikerjakan pada waktu atau tempat tertentu- itulah bukti nyata kekuasaan
 jin atas konsumennya.

Allah berfirman :
"Dan bahwasanya ada beberapa orang di antara manusia meminta
perlindungan kepada jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka rahaq."
(Al-Jin: 6).
Arti rahaq menurut Qatadah ialah, dosa dan menambah
keberanian bagi jin pada manusia. Rahaq juga berarti ketakutan (Abul
Aliyah, Ar-Rabi', dan Zaid bin Aslam). Ketika jin tahu manusia minta
perlindungan karena takut pada mereka, maka jin menambahkan rasa takut
dan gelisah agar manusia semakin tambah takut dan selalu minta
perlindungan kepada mereka. (Ibnu Katsir, Tafsirul Qur'anil Azhim,
4/453).

Menjauhi Dukun/Paranormal 

Kandungan arti surat Al-Falaq dan An-Nas adalah bukti bahwa jin dan
setan dapat berbuat jahat terhadap manusia. Juga mengajarkan kita untuk
berlindung dan minta pertolongan dari hal-hal tersebut hanya kepada
Allah semata. Tindakan prefentif dengan berdzikir, berdoa sesuai
tuntutan agama perlu dilakukan sebelum terjadi.

Takhayul, sihir dan adu nasib memiliki lahan yang cocok untuk
berkembang dan tersebar pada lingkungan-lingkungan dan
masyarakat-masyarakat yang lemah di atas manhaj yang tidak bertujuan dan
 beragama dengan tidak benar. Gelombang sihir, takhayul dan
gejala-gejala sosial yang sakit dan ganjil disebabkan oleh jauhnya
manusia dari Allah (agamaNya), serta keterikatan dan ambisi mereka
terhadap dunia dan kenikmatan-kenikmatan materinya.

Kembali ke agama adalah jalan pertama dan terakhir agar terhindar
dari dunia perdukunan yang penuh kesesatan dan kebohongan. ( Asri Ibnu
Tsani)

Maraji': Koran Republika, 1 Agustus 1999, Risalah tentang Sihir dan Perdukunan, Syaikh Abdul Aziz, dll.

Penyusun : MOH. ARIF RAHMAN SARIFUDIN, A.Md

CIRI-CIRI GOLONGAN YANG SELAMAT

Rasulullah bersabda,

أَلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى
 ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ
عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِى النَّارِ وَوَاحِدَةٌ
 فِى الْجَنَّةِ وَهِىَ الْجَمَاعَةُ

“Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang
sebelum kamu dari ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) terpecah menjadi 72
(tujuh puluh dua) golongan, dan sesungguhnya umat ini akan terpecah
menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan. (Adapun) yang tujuh puluh dua
akan masuk neraka dan satu golongan akan masuk surga, yaitu
“al-Jama’ah.” (HR. Ahmad)

Dalam riwayat lain,
“Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para sahabatku meniti di atasnya.” (HR. at-Tirmidzi)


Hadits di atas merupakan dalil bahwa hanya
ada satu golongan yang selamat, yang akan masuk Surga. Bagaimana keadaan mereka? Ada beberapa ciri golongan yang selamat, yaitu;

Setia berpegang teguh di dalam hidupnya kepada ‘manhaj’ (jalan) Rasulullah, dan para sahabat sesudahnya.
Manhaj mereka adalah kitab suci al-Qur’an yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, yang beliau menjelaskan kepada para sahabatnya
sebagaimana telah dijelaskan di dalam hadits-hadits shahih. Beliau
memerintahkan umatnya agar berpegang teguh kepada keduanya,

تَرَكْتُ فِيكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُمَا: كِتَابَ
اللَّهِ وَسُنَّتِي ، وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ
الْحَوْضَ

“Aku tinggalkan padamu dua perkara, kalian tidak akan tersesat apabila (berpegang teguh) kepada keduanya, yaitu
Kitabullah dan Sunnahku. Tidak akan bercerai-berai sehingga keduanya
menghantarkanku ke telaga (Surga).” (HR. al-Hakim dishahihkan al-Albani dalam kitab Shahihul Jami).
Senantiasa merujuk kepada firman Allah dan Sabda
Rasul-Nya terutama tatkala terjadi perselisihan dan pertentangan di antara mereka.

Hal ini sebagai bentuk mengamalkan firman Allah, artinya, “…Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. an-Nisa’: 59).
Allah juga berfirman, artinya, “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap
perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam
hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. an-Nisa’: 65).
Tidak mendahulukan perkataan seseorang atas firman Allah dan Sabda Rasul-Nya.
Allah berfirman, artinya, “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Hujurat: 1).

Ibnu Abbas berkata, “Aku melihat mereka akan binasa. Aku mengatakan,
 ‘Nabi bersabda, sedang mereka mengatakan, ‘Abu Bakar dan Umar
berkata.’” (HR. Ahmad dan Ibnu ‘Abdil Barr).
Senantiasa menjaga kemurnian tauhid.
Mengesakan Allah dengan beribadah, berdoa dan memohon pertolongan
(baik dalam masa sulit maupun lapang), menyembelih kurban, bernadzar,
bertawakkal, memutuskan segala perkara dengan hukum yang diturunkan oleh
   Allah dan berbagai bentuk ibadah lainnya. Menjauhi dan membasmi
berbagai bentuk syirik dan segala simbol-simbolnya seperti yang banyak
ditemui di Negara-negara Islam, sebab hal itu merupakan konsekuensi
tauhid. Dan sungguh, suatu golongan tidak mungkin mencapai kemenangan
jika ia meremehkan masalah tauhid, tidak memberantas syirik dengan
segala bentuknya.
Senang menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah dalam ibadah, perilaku dan dalam segenap hidupnya.
Oleh karena itu mereka menjadi orang asing di tengah kaumnya, sebagaimana disabdakan oleh Nabi,

إِنَّ الإِسْلاَمَ بَدَأَ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ ، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ


“Sesungguhnya Islam pada permulaannya
asing dan akan kembali menjadi asing seperti pada permulaannya. Maka
beruntunglah orang-orang yang asing.” (HR. Muslim).
Tidak fanatik kepada manusia kecuali kepada firman Allah dan Sabda Rasulullah yang ma’shum (terjaga dari dosa), yang berbicara tidak berdasarkan hawa nafsu.
Adapun manusia selainnya, betapapun tinggi derajatnya, terkadang ia melakukan kesalahan, sebagaimana sabda Nabi,

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

“Setiap manusia (pernah) melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang bertaubat.” (HR. Ahmad).
Mereka adalah para pejuang kebenaran.
Rasulullah bersabda,
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِىَ أَمْرُ اللَّهِ

“Senantiasa ada segolongan dari umatku
yang memperjuangkan kebenaran, tidak membahayakan mereka orang yang
menghinakan mereka sehingga datang keputusan Allah.” (HR. Muslim).
Menghormati para imam mujtahidin, tidak fanatik terhadap salah seorang di antara mereka. Golongan yang selamat mengambil fikih
(pemahaman hukum-hukum Islam) dari al-Qur’an, hadits-hadits yang shahih dan pendapat-pendapat imam mujtahidin yang sejalan dengan hadits shahih. Hal ini sesuai dengan wasiat mereka, yang menganjurkan agar para
pengikutnya mengambil hadits shahih, dan meninggalkan setiap pendapat
yang bertentangan dengannya.
Menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran.
Melarang segala jalan ‘bid’ah’ (sesuatu yang tidak ada contohnya dari Nabi) dan sekte-sekte yang menghancurkan dan memecah belah umat, dan
menjauhi sunnah Rasul dan para Sahabatnya.
Golongan yang selamat mengajak seluruh umat Islam agar berpegang teguh kepada sunnah Rasulullah dan para sahabatnya.
Sedikit jumlah mereka di tengah banyaknya umat manusia.
Rasulullah bersabda,

طُوبَى لِلْغُرَبَاءِ ، فَقِيلَ: مَنِ الْغُرَبَاءُ يَا رَسُولَ اللهِ ؟
 قَالَ: أُنَاسٌ صَالِحُونَ،فِي أُنَاسِ سُوءٍ كَثِيرٍ،مَنْ يَعْصِيهِمْ
أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ
“Keuntungan besar bagi orang-orang yang asing,” lalu ada yang bertanya, ‘Siapakah orang-orang asing itu wahai Rasulullah?’ Rasulullah bersabda, “Yaitu orang-orang shalih di lingkungan orang banyak yang berperangai buruk,
orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada orang yang menaatinya.” (HR. Ahmad).

Allah pun memuji mereka dengan firman-Nya, artinya, “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba’: 13).
Mereka banyak dimusuhi oleh manusia, difitnah dan dilecehkan dengan gelar dan sebutan yang buruk. Keadaan mereka seperti keadaan para nabi yang dijelaskan dalam firman Allah, artinya, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin. Sebagian mereka membisikan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu (manusia).” (Qs. al-An’am: 112).

Contoh nyata terjadi pada Rasulullah ketika mengajak manusia kepada
tauhid, oleh kaumnya beliau dijuluki sebagai “tukang sihir lagi
pendusta.” Padahal sebelumnya mereka menjuluki beliau “ash-shadiqul amin”, yang jujur lagi terpercaya.

Demikianlah beberapa karakteristik golongan yang selamat yang akan
mendapatkan apa yang dijanjikan Allah kepada mereka berupa kenikmatan
Surga yang kekal abadi. (Redaksi)

[Sumber: Minhajul Firqah an-Najiyah wat Thaifah al-Manshurah, Muhammad bin Jamil Zainu. Edisi Indonesia, Jalan Golongan Yang Selamat,]

Penyusun : MOH. ARIF RAHMAN SARIFUDIN, A.Md

Tathayyur, kesialan Tak Beralasan



Arti Tathayyur


Tathayyur (baca; tatoyur yakni merasa sial ketika melihat jenis
burung tertentu atau selainnya), sebagaimana dikatakan al Imam Ibnu
Hajar al-Asqalani berasal dari kata thiyarah atau tiirah akar kata
(mashdar) dari kata tathayyara, sebagaimana kata takhayyara mashdarnya
khiyarah.

Asal-usul Tathayyur

Asal usul tathayyaur (dalam kehidupan Arab), bahwa pada masa
jahiliyah orang orang mengandalkan arah terbangnya burung. Jika salah
seorang dari mereka akan keluar rumah untuk suatu urusan maka apabila
melihat burung terbang ke arah kanan mereka merasa beruntung dan
melanjutkan perjalanan. Jika melihat burung terbang ke arah kiri maka
mereka beranggapan sial dan membatalkannya. Terkadang juga mereka
sengaja melepaskan burung lalu di lihat ke mana arah terbangnya kemudian
 dari situ ia menentukan sikap.

Tathayyur dalam Lintasan Sejarah 

Sejarah tathayyur sudah ada smenjak dahulu kala, sudah lama
orang-orang mempunyai anggapan bahwa kesialan itu dapat disebabkan oleh
adanya makhluk tertentu yang menurut mereka membawa sial.
Kaum Tsamud juga telah bertathayyur, mereka merasa sial dengan
keberadaan Nabi Shalih di tengah-tengah mereka, sebagaimana firman Allah
 swt,

Mereka menjawab:"Kami mendapat nasib yang malang, disebabkan kamu
dan orang-orang yang besertamu".Shaleh berkata:"Nasibmu ada pada sisi
Allah, (bukan kami yang menjadi sebab), tetapi kamu kaum yang diuji".
(QS. an-Naml: 47)
Demikian pula dengan Bani Israil, sebagaimana firman Allah dalam surat al A'raf 130-131.

Tathayyur terus berlanjut hingga pada masa Arab Jahiliyah dengan
berbagai macam bentuknya. Diantara mereka ada yang beranggapan sial
dengan adanya jenis burung tertentu, bagaimana cara terbangnya, atau
dengan angin, bintang ataupun dengan suara orang serta binatang
tertentu.
Setelah Nabi saw diutus dengan membawa wahyu maka beliau jelaskan
bahwa kepercayaan tathayyur tersebut adalah batil. Rasulullah saw
bersabda, artinya,

“Tidak ada thiyarah (sial karena burung) dan tidak ada kesialan (karena makhluk tertentu)."
Beliau menjelaskan bahwa kepercayaan semacam ini timbul hanya
berdasarkan persangkaan orang-orang (sama sekali tidak mempunyai dasar
yang masuk akal,red). Beliau ajarkan bahwa apa yang mereka peroleh atau
apa yang menimpa mereka tidak lain karena (takdir) yang telah ditetapkan
 Allah untuknya.

Tathayyur di Masa Kini

Di masa kini pengaruh- pengaruh tathayyur masih begitu kental dan
terasa, terbukti dengan semakin marak dan menjamurnya paranormal alias
dajjal yang mengklaim mengetahui perkara ghaib. Diantara mereka ada yang
 meramal dengan bintang, membaca telapak tangan ataupun dengan cara
lainnya yang pada dasarnya merupakan pelecehan terhadap keberadan akal
manusia.

Tak ketinggalan negara- negara yang katanya disebut sebagai negara
maju, modern atau negara industri, dimana mereka lebih menyandarkan
kepada hal-hal yang bersifat materi dan logika (akal) ternyata
masyarkatnya banyak yang lari kepada dukun dan tukang ramal, bahkan hal
itu telah menjadi keyakinan yang menancap pada kebanyakan masyarakatnya.

Tak terhitung para petinggi dan pejabat pemerintahan yang datang
menghadap "orang pinter" dan tukang ramal baik yang pria maupun wanita,
baik ke tempat praktek mereka, ataupun dalam event dan acara-acara yang
disiarkan oleh berbagai media. Dan terbukti bahwa mereka yang datang
rata-rata terpengaruh dan membenarkan apa saja yang diucapkan oleh sang
paranormal. Yang demikian ini juga terjadi di negara-negara Amerika dan
Eropa.

Dalam hal ini ada sebuah berita yang dikeluarkan oleh sebuah kantor
berita di London bahwa mantan presiden AS Ronald Reagen bukanlah
merupakan satu-satunya orang yang mengangkat penasehat dari kalangan
dukun dalam membantu mengurus negaranya. (Diterbitkan dalam koran al
Qabas (Kuwait) edisi 22 Mei 1998, tentang dunia sihir dan paranormal
oleh Dr Sulaiman al Asyqar)

Sementara di Perancis telah diadakan sensus bahwa lebih dari sepuluh
 juta penduduk Perancis mendatangi paranormal dan tukang ramal secara
rutin. Fenomena ini menyebar pada seluruh strata dan kelompok masyarakat
 mulai dari para petinggi negara hingga tukang sampah. Salah satu hal
yang menggiring itu adalah banyak perpustakaan yang dipenuhi dengan
buku-buku ramalan bintang dalam setiap penghujung tahun, mereka ingin
tahu berbagai peristiwa yang bakal terjadi pada tahun berikutnya.

Telah menjadi kebiasaan orang-orang Prancis pada tiap akhir tahun
mereka menunggu terbitnya buku-buku yang memuat ramalan-ramalan tukang
tenung, terutama seorang peramal wanita yang dikenal dengan Elizabet
Teisyih, yang presiden Faranso Mitaran banyak bertanya kepadanya,
meminta petunjuk terhadap permasalahan yang dihadapinya.(Koran asy Syarq
 al Ausath no 8003 Jum'at 30-7-1421 H)

Di beberapa negara maju marak juga model perdukunan yang disebut
dengan melihat bola kristal. Dimana sang penyihir komat-kamit mulutnya
seraya membaca mantera dihadapan bola itu, lalu mendengarkan apa yang
dibisikkan oleh setan, setelah itu memberitahukan bisikan setan itu
kepada orang lain (pasiennya).

Salah satu bukti yang menunjukkan mendunianya paranormal, khurafat
dan keyakinan batil terutama di negara yang mengaku maju adalah apa yang
 terdapat dalam uang dolar Amerika bergambar mata, yang dimaksudkan
untuk menolak mata yang dengki (ain). (lihat 'Alamus sihri wa asy
syu'udzah hal 65, Dr Sulaiman al Asyqar)

Orang-orang barat juga punya keyakinan bahwa angka tertentu
merupakan pembawa sial, jika memiliki angka itu maka mereka berasumsi
bahwa sial bakal menimpa. Diantara angka "keramat" itu adalah angak tiga
 belas (13), sehingga salah satu maskapai penerbangan internasional
mambuang angka tersebut dari tempat duduk di dalam pesawat.

Demikian juga penduduk New Zealand, mereka juga beranggapan sial
dengan angka tiga belas sehingga mereka tidak menulisnya pada apa-apa
yang mereka miliki. Dan dengan sebab tidak dipakainya angka tiga belas
ini sering terjadi kesalahpahaman di dalam berbagai pelayanan umum
sebagaimana diungkapkan oleh para wartawan mereka. (koran New Zealand
Hirald edisi 12-10-1420 H/19-1-2000 M, disiarkan juga oleh kantor berita
 reuters dan diterbitkan dalam koran ar Riyadh Kamis 13/10/1420).

Setelah diperhatikan maka diketahui bahwa angka tiga belas ternyata
merupakan angka keramat (angka apes dan sial) bagi paranormal dan tukang
 ramal, dan ini menunjukkan bahwa tathayyur memiliki kaitan yang sangat
erat dengan dunia perdukunan.

Di Eropa, jumlah paranormal dan peramal mancapai jutaan baik yang
pria maupun wanita. Di Paris, ibu kota Perancis ada lebih dari dua puluh
 lima ribu juru nujum pria dan wanita. (Majalah Express, Perancis).
Disana juga diadakan kontes paranormal dan juru nujum dengan skala
internaisonal, tentunya untuk apa lagi kalau bukan mencari pelanggan.

Dalam kaitan pergantian milenium baru (th 2000) lalu beberapa
paranormal kesohor meramalkan bahwa tahun 2000 merupakan tahun
kehancuran alam semesta, ada lagi paranormal yang mengatakan bahwa pada
tahun itu matahari akan meledak dan itu tersebar melalui beberapa
pemberitaan media di dunia. Maka banyak penduduk dunia yang begadang
pada malam pertama tahun itu (pergantian tahun) seraya menahan nafas
menunggu apa yang bakal terjadi dengan alam ini. Namun apa yang terjadi,
 semua hanya dusta belaka.

Ramalan semacam ini sebenarnya hanya mengadopsi dari paranormal di
masa lalu. Pada tahun 999 terdapat ramalan yang menyebutkan bahwa tahun
1000 akan terjadi peristiwa demikian dan demikian. Maka akibat ramalan
itu, penduduk Eropa berbondong-bondong keluar menuju Baitul Maqdis,
dengan harapan agar akhir kehidupan mereka berada di tempat yang suci.
(at Tanabbu' bil ghaib, Ahmad asy Syantanawi, terbitan Dar al Ma'arif
Mesir)

Bentuk-bentuk Tathayyur 

Hampir dalam seluruh aspek kehidupan sehari-hari masih kita dapati
adanya unsur tathayyur, baik disadari atau tidak.Dan aspek yang terbesar
 adalah tathayyur dan anggapan sial dalam hal yang berkaitan dengan
sakit, kematian serta penghasilan atau rejeki. Dan nyata sekali bahwa
antara tathayyur dengan dunia paranormal dan perdukunan memilki kaitan
sangat kuat yang saling mendukung satu dengan lainnya.

Ada diantara dukun itu yang meramal nasib dengan membaca telapak
tangan. Ada pula bentuk ramalan dengan kartu, demikian juga yang banyak
terpampang di halaman berbagai majalah atau koran berupa ramalam bintang
 (zodiak). Majalah dan koran semacam ini telah memberikan andil dalam
penyebaran khurafat. Para artis dan penyayi pun tak ketinggalan sering
mengungkapkan masalah masalah semisal, seperti dirinya berada dibawah
naungan zodiak ini, sehingga dalam keseharian harus begini, pantangannya
 adalah ini dan itu.

Ada pula sebagian orang atau pengusaha yang apabila kedatangan tamu
dengan ciri fisik tertentu maka dia merasa sial sehingga menutup toko
atau kantornya takut rugi dan terkena musibah. Sebagian yang lain merasa
 sial dengan nomer atau angka tertentu seperti angka 13 atau angka 3 dan
 ada pula orang yang merasa sial apabila melihat cermin yang pecah.

Ada pula bentuk tathayyur yang merupakan warisan kaum Yahudi, yakni
merasa sial apabila melihat wanita yang sedang dalam masa ‘iddah atau
haidh. Ada juga sebagian masyarakat yang bertathayyur dengan burung
gagak atau burung hantu (dan burung perkutut, red).
Tak ketinggalan orang rafidhah (syi'ah), mereka merasa sial dengan
angka sepuluh. Menurut penjelasan syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwa
orang syiah membenci angka sepuluh disebabkan kebencian mereka terhadap
shahabat pilihan yaitu sepuluh shahabat yang dijamin masuk surga. (lihat
 Minhaj as Sunnah an Nabawiyah 1/38-39).

Walhasil masih banyak masyarakat di belahan bumi ini yang meyakini
tathayyur, dan ini merupakan peluang emas bagi para dukun dan dajjal
yang sering dianggap sebagai “orang pinter” untuk terus dan asyik
menjalankan profesinya, “membodohi orang”.
Islam telah mengingkari adanya tathayyur, dan jika dengan sebab
tathayyur ini seorang muslim lantas medatangi dukun maka dia berhadapan
dengan dua ancaman, tidak diterima shalatnya empat puluh hari atau yang
lebih fatal lagi dicap kufur terhadap apa yang diturunkan kepada
Muhammad saw. Wallahu a’lam.

Diringkas dan disadur dengan bebas dari kitab “at-Tasya’um wa at-Tathayyur fi hayatin naas, Khalid bin Abdur Rahman asy-Syayi’

Jumat, 07 Juni 2013

PETAKA AKHIR ZAMAN

Suatu ketika Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bangun dari tidur dalam keadaan memerah mukanya, beliau lalu berkata, “La ilaha illallah, celaka orang-orang Arab karena keburukan telah dekat,
telah terbuka hari ini benteng penghalang Ya’juj dan Ma’juj seperti ini
beliau melingkarkan antara ibu jari dengan telunjuk lalu ditanyakan,
“Apakah kita akan dibinasakan, padahal ada orang-orang shalih di
tengah-tengah kita?” Beliau menjawab, “Ya, jika al khabats telah
merajalela.” (HR. Al-Bukhari-Muslim)

Kata al-khabats dalam hadits ini memiliki makna segala perbuatan
yang merupakan bentuk kemaksiatan ter-hadap Allah, serta dilakukan kapan
 saja dan di mana saja, (banyak dijumpai di setiap waktu dan tempat).

Jika kita mencermati hadits di atas, lalu melihat kenyataan dalam
kehidup-an kita sehari-hari, sungguh akan mun-cul kekhawatiran,
jangan-jangan apa yang disabdakan Nabi tersebut adalah sesuatu yang akan
 terjadi pada masa-masa ini. Hadits tersebut menjelaskan, bahwa jika
kemaksiatan telah tersebar dan merajalela, maka artinya iman menjadi
sesuatu yang sangat minoritas, kebaikan dan keberkahan rizki telah
lenyap, rasa aman tidak ada lagi, banyak terjadi huru-hara dan wabah
penyakit. Sementara itu kesia-siaan menjadi sesuatu yang mendominasi,
keadaan masyarakat berubah total, kemungkaran dianggap kebaikan,
sedangkan kebaikan menjadi sesuatu yang diingkari. Inilah salah satu
tanda akan keluarnya Ya’juj dan Ma’juj yang merupakan satu di antara
sekian per-tanda, bahwa Kiamat telah di ambang pintu.

Dan kenyataan membuktikan wallahu a’lam, bahwa yang terjadi di masa
ini merupakan sebuah indikasi, bahwa apa yang disabdakan oleh Rasulullah
 tersebut telah mendekati kenyataan. Beliau telah memberitahukan kepada
kita beberapa tanda dekatnya Hari Kiamat yang terjadi di akhir zaman. Di
 antaranya yaitu:

1. Orang tidak Memperhatikan Halal dan Haram (Menghalalkan Segala Cara)

Dalam Shahih al-Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Sungguh akan datang kepada manusia ini suatu masa, di mana seseorang sudah
tidak peduli lagi, bagaimana caranya mendapatkan harta, apakah secara
halal ataukah dengan cara haram.”

Termasuk katagori mencari harta secara haram adalah dengan
memprak-tekkan riba dan rentenir. Tidak dapat kita pungkiri, bahwa
sektor muamalah, ekonomi dan bisnis kini telah didomi-nasi oleh sistem
ribawi, yaitu dengan bermunculannya bank-bank dan lem-baga perkreditan
yang mempraktek-kan riba atau pun person-person yang berprofesi sebagai
rentenir.

2. Waktu Terasa Pendek

Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Tidak akan terjadi kiamat, sehingga waktu menjadi terasa pendek.” (HR. Al-Bukhari)
Setahun mejadi terasa sebulan, sebulan seperti seminggu, seminggu bagaikan sehari, sehari terasa sejam dan sejam bagai semenit.
Para ulama berbeda pendapat tentang arti  lafal taqarub az-zaman
(waktu menjadi pendek) dalam hadits di atas, di antara pendapat-pendapat
 tersebut adalah:
        * Sedikitnya keberkahan di dalam waktu (umur).

        * Cepatnya hari-hari berlalu.

        * Ada pula yang mengatakan cepatnya
waktu dikarenakan beragamnya sarana transportasi dan komunikasi,
sehingga yang jauh menjadi terasa dekat.
3. Pasar-Pasar Berdekatan.

Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Hari Kiamat tidak terjadi sehingga fitnah tersebar, banyak kebohongan dan pasar-pasar saling berdekatan.” (HR. Ahmad)
Makna dari hadits ini wallahu a’lam adalah banyaknya pasar yang
menyebar di mana-mana, atau juga mudah dan cepatnya untuk pergi dari
satu pasar ke pasar lain, meskipun jaraknya jauh.

4. Banyak Kekejian, Terputusnya Silaturahim dan Buruknya Bertetangga.

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Kiamat tidak
terjadi, sehingga kekejian dan saling berbuat keji tersebar, silaturahim terputus dan hubungan pertetanggaan menjadi buruk.” (HR. Ahmad)
Al fahsy atau kekejian adalah dosa atau kemaksiatan yang sudah sangat keterlaluan keburukannya.

5. Banyak Gempa Bumi

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu ia berkata, “Telah bersabda Rasul Allah Subhannahu wa Ta'ala , “Tidak akan terjadi kiamat, sehingga banyak terjadi gempa bumi.” (HR. Bukhari)
Bencana gempa bumi adalah salah satu kejadian untuk menumbuhkan rasa
 takut manusia kepada Allah serta merupakan hukuman atas dosa-dosa yang
mereka perbuat. Banyaknya gempa bumi merupakan salah satu tanda-tanda
akan terjadinya kiamat, dan ketika itu juga tersebar kerusakan dan
fitnah di muka bumi.

6. Munculnya Wanita yang Berpakaian Tetapi Telanjang

Nabi menyebut mereka sebagai kasiyat ‘ariyat (berpakaian namun
telanjang) karena, meskipun mereka memakai baju, tetapi pada saat yang
bersamaan juga telanjang. Ini dikarena-kan pakaian yang dikenakan tidak
berfungsi menjadi tutup bagi anggota tubuhnya, bisa karena transparan,
pendek dan span atau bisa juga karena ada bagian-bagian tubuh yang
terbuka dan sengaja dibuka-buka, sebagaimana banyak kita saksikan pada
masa ini.

7. Tersebarnya Musik-Musik

Di dalam sebuah hadits riwayat Al-Bukhari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Akan ada kelak dari umatku segolongan kaum yang menghalalkan perzinaan, sutra, minuman keras (khamer) dan alat-alat musik.”

KIAT-KIAT MENGHADAPI FITNAH

1. Selalu Bertakwa Kepada Allah

Tidak diragukan lagi, bahwa ketak-waan merupakan senjata paling kuat
 untuk menghadapi fitnah. Ia ibarat bahtera yang kokoh dan tahan oleh
hempasan gelombang. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada   Allah, niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan ke luar.  Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada
Allah, niscaya  Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. 65: 2, 4)
Banyak sekali ayat-ayat yang memerintahkan kita semua untuk selalu
bertakwa, dan biasanya ia selalu terkait dengan keberuntungan dan
kemenangan.

2. Beristighfar, Merendahkan Diri dan Bersandar kepada Allah

Yaitu dengan menampakkan kehinaan, kemiskinan, kefakiran,
sebagaimana layaknya seorang hamba serta mengikrarkan taubat kepada-Nya.
 Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman mengisahkan Nabi Yunus,
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam
keadaan marah, lalu ia menyangka, bahwa Kami tidak akan mempersempitnya
(menyulitkannya, maka ia menyeru dalam keada-an sangat gelap, “Bahwa tak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau,
sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zhalim”. (QS. 21: 87)

Dalam ayat lain Dia juga berfirman,
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada
umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan
(menimpakan) kesengsa-raan dan kemelaratan, supaya mereka bermohon
(kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang
siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan
syaitan pun menampakkan kepada mereka baiknya apa yang selalu mereka
kerjakan.” (QS. 6: 42-43)
Alizberkata, “Tidaklah bencana itu turun, kecuali karena dosa dan tidaklah ia diangkat, kecuali dengan taubat.”

3. Memperbanyak Shalat, Do’a dan Kebaikan

Dari Umu Salamah Radhiallaahu anha dia berkata, “Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam bangun tidur dalam keadaan tersentak,
beliau berkata, “Subhanallah, apa yang telah diturun-kan Allah berupa kekayaan (sebagai cobaan), apa pula yang telah diturunkan Allah dari
fitnah? Adakah suami yang membangunkan penghuni-penghuni kamar- Yaitu
istri-istrinya- untuk shalat? “Berapa banyak wanita yang berpakaian di
dunia namun telanjang di akhirat.” (HR. Al-Bukhari)

Hadits ini menjelaskan, bahwa ketika terjadi fitnah, maka dianjurkan
 untuk memperbanyak shalat dan do’a, terutama di waktu malam, karena ia
merupakan waktu yang mustajab.
Ada beberapa penjelasan tentang maksud dari sabda Nabi Shallallaahu
alaihi wa Salam, wanita berpakaian di dunia namun telanjang di akhirat
di antaranya yaitu:
        * Berpakaian di dunia
dengan menge-nakan berbagai macam baju karena kekayaan yang dimilikinya, namun telanjang di akhirat dalam arti tidak memiliki pahala karena
tidak pernah mengerjakan amal kebaikan.

        * Memakai pakaian di dunia, namun
tidak menutupi auratnya, sehingga Allah menghukumnya di akhirat dengan
keadaan telanjang tanpa busana.

        * Berpakaian di dunia, dalam arti
mempunyai suami yang shalih, namun dia tidak mau mengikuti keshalehan
suaminya, sehingga tidak memiliki amal kebaikan. Karena di hadapan Allah kelak,  suaminya yang shalih tidak dapat lagi menjadi pembelanya.4. Menjauhi Tempat-Tempat Fitnah

Termasuk cara yang sangat efektif, agar terbebas dari fitnah adalah
menjauhi tempat-tempat yang di sana banyak terjadi fitnah. Nabi
Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,
“Orang yang beruntung adalah yang manjauhi fitnah, orang yang
beruntung adalah yang manjauhi fitnah. Sungguh orang yang beruntung
adalah yang men-jauhi fitnah.Sedangkan orang orang yang diuji dengannya, lalu mau bersabar, maka itulah kesabaran yang menak-jubkan.” (HR. Abu Dawud)

5. Mencegah Kezhaliman

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja di
antara kamu. Dan ketahuilah, bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. 8:25)
Imam Ibnu Katsir berkata tentang ayat ini, “Allah Subhannahu wa
Ta'ala memperingatkan hamba-hamba-Nya yang beriman akan adanya fitnah,
yaitu ujian dan cobaan yang  menimpa semua orang, yang jahat maupun yang
 baik. Allah tidak mengkhususkan fitnah tersebut hanya bagi orang yang
melakukan kemaksiatan dan yang terlibat langsung dalam dosa, namun
semuanya terkena tanpa bisa menolak dan mencegahnya.”

Sesungguhnya amar ma’ruf nahi mungkar, merupakan salah satu sebab
untuk memperoleh kebaikan, keama-nan dan kenikmatan dari Allah.
Sebalik-nya, meninggalkannya adalah sebab dari kebinasaan, kerusakan dan
 kelemahan. Orang yang beramar ma’ruf nahi mungkar akan mendapatkan
keselamatan dari Allah di saat manusia tertimpa bencana dan azab.

Kami memohon kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala agar menjauhkan kita
semua dari berbagai fitnah, baik yang tampak maupun yang tersembunyi dan
 mudah-mudahan Dia selalu melimpahkan ampunan dan belas kasih-Nya,
menjauhkan kita dari segala keburukan. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada Nabi kita Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam,
keluarga dan para shahabatnya.

Kutaib, “Mata Na’udu wa Natadhara’u” Asma binti Rasyid Ar Ruwaisyid.

TAATILAH SUAMIMU

Pernikahan adalah salah satu nikmat Allah yang
diberikan kepada laki-laki dan perempuan dengan kadar yang sama dan
berimbang, ia adalah wujud kecintaan, kasih sayang, mementingkan
pasangan, saling memberi dan menerima, hal itu terbaca jelas dalam
firman Allah Subhanahu waTa’ala artinya, “Dan di antara
tanda-tanda kekuasaanNya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.” (QS. ar-Rum: 21).

Demi menjaga kelanggengan kasih sayang dan
hubungan baik antara suami istri maka Allah meletakkan hak bagi
masing-masing atas pasangannya. Firman Allah Subhanahu waTa’ala, artinya, “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut
cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan
kelebihan daripada istrinya.” (QS. al-Baqarah: 228).

Istri mempunyai hak-hak atas suami yang tidak sedikit yang wajib diberikan oleh suami kepadanya, jika suami tidak
menunaikannya, maka hal itu dianggap sebagai dosa dan kemaksiatan yang
tidak ringan di sisi Allah. Sebaliknya suami memiliki hak-hak atas istri sebanding dengan hak istri atas suami, di antara hak-hak suami adalah
hendaknya seorang wanita muslimah menjadi istri yang patuh dan taat
kepada suaminya dengan menunaikan hak-haknya sebaik-baiknya.


Besarnya hak suami atas istri

Hak suami atas istri adalah besar, kedudukannya di hadapannya adalah agung, hal itu tergambar dengan jelas melalui:


A.Perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada istri agar bersujud kepada suami seandainya makhluk boleh bersujud kepada makhluk.
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seandainya aku memerintahkan seseorang bersujud kepada orang lain niscaya aku
memerintahkan istri agar bersujud kepada suaminya.” (HR. at-Tirmidzi)


B. Murka yang di langit kepada istri
yang menolak permintaan suami untuk bermesraan, murka ini redah jika
suami ridha kepada istri.
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Demi dzat yang jiwaku berada ditanganNya, tidak ada seorang suami mengajak
istri ke ranjangnya lalu istrinya menolaknya kecuali yang di langit
memurkainya sehingga suami ridha kepadanya .”

C. Penunaian ibadah-ibadah sunnah oleh istri bergantung kepada izin suami, jika ibadah-ibadah tersebut menghalangi hak suami.
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak halal bagi wanita berpuasa sementara suaminya hadir kecuali dengan
izinnya. Dan hendaknya dia tidak mengizinkan di rumahnya kecuali dengan
izinnya.”
Khusus dalam hal ini terdapat teladan dari Aisyah radiyallahu ‘anha istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Aisyah berkata, “Aku pernah berhutang puasa Ramadhan, aku baru bisa melunasinya di bulan Sya’ban hal itu karena kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Jamaah).

D. Menghadirkan seseorang di rumah suami bergantung kepada restu suami.
Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairahradiyallahu ‘anhu di atas, “Dan hendaknya dia tidak mengizinkan di rumahnya kecuali dengan izinnya.”

E. Izin khulu’ –menuntut
berpisah dari istri dengan membayar iwadh (ganti rugi)- dalam kondisi
istri takut tidak mampu menunaikan hak-hak suami seperti yang dilakukan
oleh istri Tsabit bin Qais.
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbasz berkata, istri Tsabit bin Qais datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dia berkata, “Ya Rasulullah, aku tidak membenci agama dan akhlak Tsabit, hanya saja aku takut kufur dalam Islam.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Apakah kamu mau mengembalikan kebunnya kepadanya?” Dia menjawab, “Ya.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meminta Tsabit berpisah darinya.
Apa yang dilakukan istri Tsabit ini merupakan tindak lanjut dari firman Allah Subhanahu waTa’ala, artinya, “Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami
istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa
atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus
dirinya.” (QS. al-Baqarah: 229).

F. Ihdad (berkabung) hanya
boleh tiga hari tetapi untuk suami –maksudnya jika suami yang meninggal- maka masa ihdad lebih panjang yaitu empat bulan sepuluh hari.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir berihdad
atas mayit lebih dari tiga malam kecuali atas suami yaitu empat bulan
sepuluh hari.” (Muttafaq alaihi).

G. Tatanan iddah (masa tunggu)
bagi istri yang berpisah dari suami, di mana dalam masa ini istri belum
boleh menerima lamaran dari orang lain karena hak suami dan suami tetap
dinamakan suami yang memegang hak rujuk jika berpisahnya masih
memungkinkan untuk rujuk. firman Allah Subhanahu waTa’ala, artinya, “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak
boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya,
jika mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhirat. Dan suami-suaminya
berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami)
menghendaki ishlah.” (QS. al-Baqarah: 228).


Keutamaan taat kepada suami

Suami muslim sebagai penanggungjawab rumah
tangga mendambakan kehidupan rumah tangga yang tenteram, diliputi dengan cinta dan kasih sayang demi mewujudkan kebahagiaan bagi seluruh anggota rumah tangga dan salah satu faktor penting dalam mewujudkan hal
tersebut adalah kepatuhan dan ketaatan seorang istri muslimah kepada
suaminya setelah ketaatannya kepada Allah Subhanahu waTa’ala dan RasulNya.

Bisa dibayangkan bagaimana keadaan rumah
tangga seandainya istri tidak taat dan patuh kepada suami, kebahagiaan
yang diimpikan akan lenyap, kegembiraan yang didambakan akan terkubur
dan kasih sayang yang diharapkan tumbuh subur akan layu untuk
selanjutnya mati tergantikan oleh percekcokan, perselisihan dan
pertengkaran. Hal ini dipicu oleh –salah satunya- keengganan dan
penolakan istri untuk taat kepada suaminya.

Keutuhan rumah tangga sangat diperhatikan
oleh Islam, karena bagaimanapun rumah tangga yang utuh jauh lebih baik
dari pada rumah tangga yang bubar di tengah jalan, dari sini kita
memahami ketika talak diizinkan, ia diizinkan dalam kondisi dharurat dan itu pun demi kebaikan dan kemaslahatan suami dan istri. Demi menjaga
keutuhan rumah tangga ini, Islam meletakkan batasan-batasan hak dan
kewajiban bagi dan atas suami istri, misalnya dari sisi istri, dia
memiliki kewajiban taat dan patuh kepada suaminya.

Jangan salah paham ketika istri diharuskan taat kepada suami setelah ketaatannya kepada Allah Subhanahu waTa’ala dan RasulNya, ini tidak serta merta berarti derajat istri lebih rendah atau ini merupakan perendahan kepada wanita, tidak demikian karena pada prinsipnya hak dan kewajiban dalam rumah tangga adalah setara dan
sebanding sebagaimana telah penulis singgung dalam makalah sebelumnya,
akan tetapi ini hanyalah pengaturan dan penempatan masing-masing dari
suami dan istri pada pos yang memang sesuai dan sejalan dengan tabiat
dan fitrah masing-masing, tidak mungkin dalam satu kapal ada dua nahkoda dan tentu yang paling pantas menjadi nahkoda adalah orang yang memiliki kriteria dalam kadar lebih untuk itu, dan ini ada pada diri suami.

Di samping itu ketaatan dan kepatuhan istri
tidak berbuah cuma-cuma, ada imbalan besar lagi utama yang disediakan
atasnya sebagai pendorong, akan tetapi buah dan imbalan besar ini hanya
bisa dipetik oleh istri-istri yang beriman dengan baik kepada Allah Subhanahu waTa’ala yang dengannya dia lebih mementingkan apa yang ada di sisiNya daripada selainnya.


Ketaatan kepada suami adalah salah satu kunci masuk surga.

Setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan tidak terkecuali istri tentu berharap bisa meraih surga, kebahagiaan
abadi yang tidak akan pernah terputus untuk selama-lamanya, oleh karena
itu dia akan berusaha menelusuri setiap jalan yang bisa menyampaikannya
kepadanya dan jalan ke sana memang banyak, salah satunya secara khusus
untuk istri yaitu ketaatannya kepada suaminya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila seorang wanita menjaga shalat lima waktu, berpuasa pada bulannya,
menjaga kehormatannya dan mentaati suaminya niscaya dia akan masuk surga dari pintu mana saja yang dia inginkan.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)

Adakah balasan yang lebih besar dan utama
dari ini? Masuk surga, tidak sebatas itu akan tetapi lebih dari itu,
dari pintu mana saja yang dia kehendaki. Belum cukuplah hal ini
menggugah dan mendorongmu untuk taat dan patuh kepada suamimu?
Imam Ahmad dan al-Hakim meriwayatkan dari al-Husain bin Mihshan bahwa bibinya datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk suatu keperluan, setelah dia selesai dari keperluannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada bibi al-Husain, “Apakah kamu bersuami?” Dia menjawab, “Ya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Bagaimana dirimu terhadapnya?” Dia menjawab, “Saya tidak melalaikannya kecuali jika saya tidak mampu.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Lihatlah dirimu daripadanya, karena dia adalah surga dan nerakamu.” Wallahu a’lam.

Disusun Oleh

Iklan

LazadaID

MULTI TAB 1

VIDEO

MULTI TAB 2

HTML

MULTI TAB 3

MULTI TAB 4

MULTI TAB 5



MULTI TAB 6

Postingan Populer

MULTI TAB 7

Kategori


MULTI TAB 9

Buku Tamu

MULTI TAB 10

Daftar Blog Saya

MULTI TAB 11




 
KEMBALI KEATAS
') }else{document.write('') } }