Kamis, 13 Juni 2013

CIRI-CIRI GOLONGAN YANG SELAMAT

Rasulullah bersabda,

أَلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى
 ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ
عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِى النَّارِ وَوَاحِدَةٌ
 فِى الْجَنَّةِ وَهِىَ الْجَمَاعَةُ

“Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang
sebelum kamu dari ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) terpecah menjadi 72
(tujuh puluh dua) golongan, dan sesungguhnya umat ini akan terpecah
menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan. (Adapun) yang tujuh puluh dua
akan masuk neraka dan satu golongan akan masuk surga, yaitu
“al-Jama’ah.” (HR. Ahmad)

Dalam riwayat lain,
“Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para sahabatku meniti di atasnya.” (HR. at-Tirmidzi)


Hadits di atas merupakan dalil bahwa hanya
ada satu golongan yang selamat, yang akan masuk Surga. Bagaimana keadaan mereka? Ada beberapa ciri golongan yang selamat, yaitu;

Setia berpegang teguh di dalam hidupnya kepada ‘manhaj’ (jalan) Rasulullah, dan para sahabat sesudahnya.
Manhaj mereka adalah kitab suci al-Qur’an yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, yang beliau menjelaskan kepada para sahabatnya
sebagaimana telah dijelaskan di dalam hadits-hadits shahih. Beliau
memerintahkan umatnya agar berpegang teguh kepada keduanya,

تَرَكْتُ فِيكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُمَا: كِتَابَ
اللَّهِ وَسُنَّتِي ، وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ
الْحَوْضَ

“Aku tinggalkan padamu dua perkara, kalian tidak akan tersesat apabila (berpegang teguh) kepada keduanya, yaitu
Kitabullah dan Sunnahku. Tidak akan bercerai-berai sehingga keduanya
menghantarkanku ke telaga (Surga).” (HR. al-Hakim dishahihkan al-Albani dalam kitab Shahihul Jami).
Senantiasa merujuk kepada firman Allah dan Sabda
Rasul-Nya terutama tatkala terjadi perselisihan dan pertentangan di antara mereka.

Hal ini sebagai bentuk mengamalkan firman Allah, artinya, “…Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. an-Nisa’: 59).
Allah juga berfirman, artinya, “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap
perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam
hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. an-Nisa’: 65).
Tidak mendahulukan perkataan seseorang atas firman Allah dan Sabda Rasul-Nya.
Allah berfirman, artinya, “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Hujurat: 1).

Ibnu Abbas berkata, “Aku melihat mereka akan binasa. Aku mengatakan,
 ‘Nabi bersabda, sedang mereka mengatakan, ‘Abu Bakar dan Umar
berkata.’” (HR. Ahmad dan Ibnu ‘Abdil Barr).
Senantiasa menjaga kemurnian tauhid.
Mengesakan Allah dengan beribadah, berdoa dan memohon pertolongan
(baik dalam masa sulit maupun lapang), menyembelih kurban, bernadzar,
bertawakkal, memutuskan segala perkara dengan hukum yang diturunkan oleh
   Allah dan berbagai bentuk ibadah lainnya. Menjauhi dan membasmi
berbagai bentuk syirik dan segala simbol-simbolnya seperti yang banyak
ditemui di Negara-negara Islam, sebab hal itu merupakan konsekuensi
tauhid. Dan sungguh, suatu golongan tidak mungkin mencapai kemenangan
jika ia meremehkan masalah tauhid, tidak memberantas syirik dengan
segala bentuknya.
Senang menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah dalam ibadah, perilaku dan dalam segenap hidupnya.
Oleh karena itu mereka menjadi orang asing di tengah kaumnya, sebagaimana disabdakan oleh Nabi,

إِنَّ الإِسْلاَمَ بَدَأَ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ ، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ


“Sesungguhnya Islam pada permulaannya
asing dan akan kembali menjadi asing seperti pada permulaannya. Maka
beruntunglah orang-orang yang asing.” (HR. Muslim).
Tidak fanatik kepada manusia kecuali kepada firman Allah dan Sabda Rasulullah yang ma’shum (terjaga dari dosa), yang berbicara tidak berdasarkan hawa nafsu.
Adapun manusia selainnya, betapapun tinggi derajatnya, terkadang ia melakukan kesalahan, sebagaimana sabda Nabi,

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

“Setiap manusia (pernah) melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang bertaubat.” (HR. Ahmad).
Mereka adalah para pejuang kebenaran.
Rasulullah bersabda,
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِىَ أَمْرُ اللَّهِ

“Senantiasa ada segolongan dari umatku
yang memperjuangkan kebenaran, tidak membahayakan mereka orang yang
menghinakan mereka sehingga datang keputusan Allah.” (HR. Muslim).
Menghormati para imam mujtahidin, tidak fanatik terhadap salah seorang di antara mereka. Golongan yang selamat mengambil fikih
(pemahaman hukum-hukum Islam) dari al-Qur’an, hadits-hadits yang shahih dan pendapat-pendapat imam mujtahidin yang sejalan dengan hadits shahih. Hal ini sesuai dengan wasiat mereka, yang menganjurkan agar para
pengikutnya mengambil hadits shahih, dan meninggalkan setiap pendapat
yang bertentangan dengannya.
Menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran.
Melarang segala jalan ‘bid’ah’ (sesuatu yang tidak ada contohnya dari Nabi) dan sekte-sekte yang menghancurkan dan memecah belah umat, dan
menjauhi sunnah Rasul dan para Sahabatnya.
Golongan yang selamat mengajak seluruh umat Islam agar berpegang teguh kepada sunnah Rasulullah dan para sahabatnya.
Sedikit jumlah mereka di tengah banyaknya umat manusia.
Rasulullah bersabda,

طُوبَى لِلْغُرَبَاءِ ، فَقِيلَ: مَنِ الْغُرَبَاءُ يَا رَسُولَ اللهِ ؟
 قَالَ: أُنَاسٌ صَالِحُونَ،فِي أُنَاسِ سُوءٍ كَثِيرٍ،مَنْ يَعْصِيهِمْ
أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ
“Keuntungan besar bagi orang-orang yang asing,” lalu ada yang bertanya, ‘Siapakah orang-orang asing itu wahai Rasulullah?’ Rasulullah bersabda, “Yaitu orang-orang shalih di lingkungan orang banyak yang berperangai buruk,
orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada orang yang menaatinya.” (HR. Ahmad).

Allah pun memuji mereka dengan firman-Nya, artinya, “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba’: 13).
Mereka banyak dimusuhi oleh manusia, difitnah dan dilecehkan dengan gelar dan sebutan yang buruk. Keadaan mereka seperti keadaan para nabi yang dijelaskan dalam firman Allah, artinya, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin. Sebagian mereka membisikan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu (manusia).” (Qs. al-An’am: 112).

Contoh nyata terjadi pada Rasulullah ketika mengajak manusia kepada
tauhid, oleh kaumnya beliau dijuluki sebagai “tukang sihir lagi
pendusta.” Padahal sebelumnya mereka menjuluki beliau “ash-shadiqul amin”, yang jujur lagi terpercaya.

Demikianlah beberapa karakteristik golongan yang selamat yang akan
mendapatkan apa yang dijanjikan Allah kepada mereka berupa kenikmatan
Surga yang kekal abadi. (Redaksi)

[Sumber: Minhajul Firqah an-Najiyah wat Thaifah al-Manshurah, Muhammad bin Jamil Zainu. Edisi Indonesia, Jalan Golongan Yang Selamat,]

Penyusun : MOH. ARIF RAHMAN SARIFUDIN, A.Md

Bookmark and Share
Artikel yang berhubungan :


0 komentar:

Iklan

LazadaID

MULTI TAB 1

VIDEO

MULTI TAB 2

HTML

MULTI TAB 3

MULTI TAB 4

MULTI TAB 5



MULTI TAB 6

Postingan Populer

MULTI TAB 7

Kategori


MULTI TAB 9

Buku Tamu

MULTI TAB 10

Daftar Blog Saya

MULTI TAB 11




 
KEMBALI KEATAS
') }else{document.write('') } }